AKU RINDU ZAMAN ITU
Oleh: K H Rahmat Abdullah
🌟Aku rindu zaman ketika "halaqoh" adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan.
🌟Aku rindu zaman ketika "membina" adalah kewajiban, bukan pilihan apalagi beban dan paksaan.
🌟Aku rindu zaman ketika "dauroh" menjadi kebiasaan, bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan.
🌟Aku rindu zaman ketika "tsiqoh" menjadi kekuatan, bukan keraguan apalagi kecurigaan.
🌟Aku rindu zaman ketika "tarbiyah" adalah pengorbanan, bukan tuntutan dan hujatan.
🌟Aku rindu zaman ketika "nasihat" menjadi kesenangan, bukan su'udzon atau menjatuhkan.
🌟Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da'wah ini.
🌟Aku rindu zaman ketika "nasyid ghuroba" menjadi lagu kebangsaan.
🌟Aku rindu zaman ketika hadir di "liqo" adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian.
🌟Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh da'wah di desa sebelah.
🌟Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo.
🌟Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya.
🌟Aku rindu zaman itu, Aku rindu…
Ya ALLAH...
Jangan Kau buang kenikmatan berda'wah dari hati-hati kami...
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama...
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
🌟Aku rindu zaman ketika "halaqoh" adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan.
🌟Aku rindu zaman ketika "membina" adalah kewajiban, bukan pilihan apalagi beban dan paksaan.
🌟Aku rindu zaman ketika "dauroh" menjadi kebiasaan, bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan.
🌟Aku rindu zaman ketika "tsiqoh" menjadi kekuatan, bukan keraguan apalagi kecurigaan.
🌟Aku rindu zaman ketika "tarbiyah" adalah pengorbanan, bukan tuntutan dan hujatan.
🌟Aku rindu zaman ketika "nasihat" menjadi kesenangan, bukan su'udzon atau menjatuhkan.
🌟Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk da'wah ini.
🌟Aku rindu zaman ketika "nasyid ghuroba" menjadi lagu kebangsaan.
🌟Aku rindu zaman ketika hadir di "liqo" adalah kerinduan, dan terlambat adalah kelalaian.
🌟Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi dauroh dengan ongkos ngepas dan peta tak jelas.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar jalan kaki 2 jam di malam buta sepulang tabligh da'wah di desa sebelah.
🌟Aku rindu zaman ketika akan pergi liqo selalu membawa uang infak, alat tulis, buku catatan dan Qur'an terjemahan ditambah sedikit hafalan.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang binaan menangis karena tak bisa hadir di liqo.
🌟Aku rindu zaman ketika tengah malam pintu depan diketok untuk mendapat berita kumpul subuh harinya.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah berangkat liqo dengan ongkos jatah belanja esok hari untuk keluarganya.
🌟Aku rindu zaman ketika seorang murobbi sakit dan harus dirawat, para binaan patungan mengumpulkan dana apa adanya.
🌟Aku rindu zaman itu, Aku rindu…
Ya ALLAH...
Jangan Kau buang kenikmatan berda'wah dari hati-hati kami...
Jangan Kau jadikan hidup ini hanya berjalan di tempat yang sama...
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Komentar
Posting Komentar