AHOK SANGAT MUNGKIN JADIGUBERNUR LAGI

Dari grup sebelah : AHOK SANGAT MUNGKIN JADI
GUBERNUR LAGI
Kenapa?
Karena Anda membencinya. Bukan
sekadar benci, tapi sangat, sangat,
membencinya.
Tentu saja, alasannya terlalu banyak.
Kalau bicara, pilihan katanya kebun
binatang. Kotoran manusia. Lo-lo,
gua-gua. Mendukung distribusi miras
di mini-mini market. Melarang
kegiatan keagamaan di Monas, tapi
pasrah saja saat dipakai konser
musik dan menyisakan sampah di
mana-mana.
Belum lagi agamanya. Dia non
muslim, sedangkan mayoritas warga
DKI adalah orang Islam. Gimana
mungkin jadi pemimpin?
Tapi, siap-siaplah gigit jari.
Utamanya saat Ahok dilantik jadi
gubernur lagi, untuk kedua kali.
Bukan, ini bukan karena dukungan
dari "Sahabat Ahok." Tapi, semua ini
karena bantuan dari para haters
Ahok.
Semua orang yang memaki-makinya
di social media.
Semua orang yang membuat meme
menyindir dan mencela akhlaknya.
Semua orang yang menulis status,
membahas kenapa Ahok harusnya
tidak boleh dipilih.
Semua orang yang begitu semangat
menjelaskan kenapa Islam melarang
pemeluknya memuja pemimpin dari
kalangan non muslim.
Dengan menyertakan ayat. Hadits.
Sampai logika dan kata-kata bijak
penuh hikmah.
Kalian semualah yang akan membuat
Ahok jadi gubernur.
Kaget? Nggak percaya? Ini
ulasannya.
BELAJAR DARI DONALD TRUMP
Saat ini, di Amerika, Obama siap-
siap lengser setelah dua kali
terpilih. Calon-calon presiden
dengan dua partai besar Amerika,
Demokrat dan Republik, sedang
kampanye ke berbagai negara-negara
bagian.
Tapi, di antara semua calon
presiden, hanya ada satu nama yang
disebut di mana-mana. Di TV, di
situs-situs berita, koran, sampai
jejaring sosial. Siapa lagi kalau
bukan si pemilik reality show The
Apprentice, Donald Trump.
Kenapa Trump begitu terkenal?
Jangan kaget. Polanya tidak jauh
berbeda dengan Ahok.
Dari segi bahasa, Trump tak segan-
segan menyindir dan bersikap rasis.
Dia tidak ingin jadi presiden yang
pandai bermuka manis. Dia memilih:
apa adanya.
Jika ia ingin bicara begini, ya begini.
Ingin begitu, ya begitu. Dia tidak
membuat kalimat-kalimatnya halus.
Bila omongannya menyakiti orang
lain, dia masa bodoh. Tak akan
meminta maaf.
Apalagi gagasannya. Trump bikin
geger dunia, bukan hanya Amerika,
dengan janji kampanyenya. Janji
yang mana?
Saat dia berkata siap mengusir
seluruh kaum muslim di Amerika jika
terpilih. Bagi Trump, Islam sangat
benci dengan Amerika. Begitu juga
mayoritas orang Islam. Mereka
adalah sumber masalah, yang
membuat negara Amerika dalam
bahaya. Itulah sebabnya orang Islam
harus disingkirkan dari sana.
"Keren," bukan? Tidak mungkin
omongan semacam itu tidak
diberitakan. Tidak jadi hastag di
Twitter. Tidak jadi obrolan orang-
orang dan publik internasional.
Financial Times menyebutnya
promotor khayalan penuh ketakutan,
xenophobe, hingga orang bebal. New
York Times menamainya, "Donald the
Dangerous" sampai "The Great
Betrayer." J.K. Rowling, pengarang
Harry Potter, bahkan menulis kalau
Trump lebih buruk dari Voldemort.
Tapi, meski begitu, Trump terbukti
unggul dalam berbagai survei di
negara-negara bagian Amerika.
Bahkan ia hampir pasti menjadi
calon presiden dari Partai Republik.
Ada yang tahu kenapa?
Karena Trump mendapatkan apa
yang calon presiden butuhkan untuk
memenangkan pertandingan:
Perhatian.
Orang-orang cinta Trump. Orang-
orang benci Trump. Tapi tak ada
satu pun yang mengabaikannya.
Seluruh perhatian itu, baik positif
dan negatif, menjelma menjadi arus
yang mengagumkan. Jumlah pemirsa
debat partai Republik memecahkan
rekor, demikian juga aktivitas di
ruang social media.
Keberadaan "anti-fan" atau haters
Trump punya efek paradoks.
Memang, setiap kali Trump tampil di
TV, mereka menonton untuk melihat
Trump dikalahkan oleh kandidat
lain. Mereka mencemooh saat Trump
mengatakan hal-hal yang mereka
benci. Mereka bertepuk tangan
ketika orang lain membantah Trump
dengan cara yang lebih cerdas.
Tapi, tanpa para haters sadari,
kebencian inilah yang meninggikan
rating. Menguatkan brand Trump.
Membuat ia dibicarakan, pada dan
ketika di luar acara. Haters, dengan
kata lain, bersikap sama dengan
mereka yang mendukung Trump.
Yang membedakan hanya emosinya.
Sisanya sama. Cerita tentang Trump
semakin besar. Memproduksi
perhatian yang semakin meraksasa.
Para haters terus-menerus
mengulang-ulang pola ini, sehingga
orang yang mereka benci terus-
menerus diiklankan secara gratis.
Mereka rela melakukannya tanpa
bayaran, karena ini adalah "tugas
mulia," "berpahala," dan "demi
kebaikan bersama." Polanya menjadi:
Tolak Trump! Jangan mau memilih
Trump! Trump berbahaya!
Trump, Trump, Trump,
Trump, Trump, Trump,
Trump, Trump, Trump,
Trump, Trump, Trump....
Partisipasi para haters ini negatif,
jelas. Mereka tidak mendukung
Trump. Tapi sebenarnya mereka juga
tidak mendukung kandidat lain.
Artinya: mereka hanya fokus
membuat Trump terkenal agar orang-
orang tidak memilihnya.
Pertanyaannya: apa iya orang-orang
pasti tidak akan memilihnya?
SKEMA "MLM KEBENCIAN"
Entah itu positif atau negatif,
publikasi dalam bentuk apa pun
punya value yang sama:
memperkenalkan. Anda cinta atau
benci, efeknya tetap sama: orang itu
semakin populer. Semakin membuat
publik penasaran.
Pada akhirnya, gelombang haters
akan membuka peluang sosok yang
dibencinya mendapatkan dukungan-
dukungan baru. Skemanya seperti
berikut:
Satu HATER mempublikasikan
KEBENCIANNYA pada sepuluh orang
NETRAL. NETRAL berarti belum
memilih atau tidak memiliki
preferensi sama sekali.
Sepuluh orang NETRAL akan
membaca postingan si HATER.
Katakanlah semuanya tidak peduli.
Namun sepuluh orang NETRAL ini
menemukan ada lagi lima HATER
mempublikasikan KEBENCIANNYA.
Sepuluh orang NETRAL pun berpikir:
siapa orang ini? Kenapa dia begitu
dibenci?
Sepuluh orang NETRAL mulai
penasaran, Googling-Googling, dan
menemukan tulisan-tulisan yang
beraneka ragam. Ada sebagian yang
mereka setujui, ada juga yang tidak.
Hasilnya?
Sepuluh orang NETRAL pun
mengambil sikap. Misalnya, lima
orang menjadi LOVER, lima orang
menjadi HATER.
Lima orang LOVER ini akan
mempublikasikan KECINTAANNYA.
Memberi dukungan dan mengajak
orang-orang untuk mengambil sikap
yang sama dengannya.
Sedangkan lima orang HATER akan
melakukan hal yang sama dengan
HATER-HATER lainnya. Jika satu
orang HATER bisa mengenalkan
sosok yang ia benci pada sepuluh
orang NETRAL, dan bisa
menghasilkan lima orang LOVER
baru, itu berarti:
Lalu, lima orang HATER ini
menghasilkan 25 LOVER baru dan 25
HATER baru.
Jika 25 LOVER baru bisa
menghasilkan, minimal, satu LOVER
baru, maka setidaknya akan ada 50
LOVER.
Bila 25 HATER bisa menghasilkan
125 HATER baru plus 125 LOVER
baru.
Totalnya: 125 HATER, 175 LOVER. 125
siap mencoblos, 175 siap jadi
marketing untuk menciptakan LOVER
baru!
Ajaibnya, ini bisa dihasilkan oleh
satu HATER. Bisa bayangkan bila ada
100 HATER? 1000 HATER? 1 juta
HATER?
Makin banyak, makin bagus.
Terbukti, average pencarian nama
Ahok, per bulannya, bisa mencapai
450.000 pencarian di Google. Calon
gubernur lain mendekati seempatnya
pun tidak.
Sekarang, bisakah Anda memahami
kenapa Ahok mungkin memenangkan
Pilkada DKI 2017?
Mari, ambil pelajaran:
1. Semakin kontroversial, semakin
mudah menarik perhatian
2. Menjadi pusat perhatian akan
membuat seseorang itu dicinta dan
dibenci.
3. Punya barisan haters itu akan
membantu seseorang semakin
terkenal tanpa keluar uang banyak.
4. Selama Anda bisa menerima
semua kebencian, haters adalah
investasi jangka panjang untuk
meraih keuntungan-keuntungan lain
lewat publisitas.
Wahai Haters, kebencian kalian
hanya semakin membuat orang yang
kalian benci berpeluang menang.
Saatnya ganti strategi. Hilangkan
kampanye negatif. Berhentilah
membahas orang yang kalian benci.
Berhentilah membahas dukungan
buat orang-orang yang kalian benci.
Kalian tidak membuat keadaan
semakin baik.
Ini saatnya kampanye positif.
Perkenalkan orang-orang yang kalian
dukung. Tunjukkan alasannya.
Berikan buktinya. Buat orang yang
kalian dukung terkenal, dibicarakan,
dengan cara yang sehat. Dengan
cara inilah, kebencian kalian bisa
diekspresikan dengan benar.
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Komentar