Antara Wahabi dan NU
Saya adalah Wahabi
YA… Saya adalah penganut Wahabi. Tapi saya tidak membenci NU.
Sebaliknya, apabila ada segelintir orang NU yang anti dan benci Wahabi, pasti dia memperoleh informasi keliru. Dan seperti sengaja dikelirukan oleh banyaknya opini dan pemikiran yang tidak bersumber pada ulama Wahabi.
Buku-buku ulama Wahabi seperti Ibnul Qoyyim al Jauzi, juga banyak dibaca dan disukai oleh orang-orang NU.
Ulamah beraliran Wahabi, Ibnu Taimiyah, pada akhirnya juga memiliki paham yang sama dengan apa yang umumnya dipahami NU.
Tahukah Anda, si Arab Wahabi yang Anda benci itu, juga mempraktikkan apa yang diamalkan oleh NU. Mereka tarawih 20 rekaat. Bahkan di sana juga ada qunut.
Wahabi juga mengakui bahwa bila berdoa harus bersholawat yang disebut oleh orang NU sebagai bertawassul. Wahabi juga mengakui adanya karomah.
Ulama Wahabi bahkan yang menganjurkan buku-buku karya Hadrotussyaikh Hasyim Asyari, pendiri NU itu, agar diajarkan di madrasah-madrasah dan pesantren di Indonesia.
Pendiri Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan di saat muda di Mekah juga belajar kepada guru yang juga adalah gurunya pendiri NU itu. Jadi keduanya adalah murid satu guru.
Anak-anak NU banyak belajar di Ummul Quro. Artinya, mereka juga generasi intelektual 'Wahabi'.
Lantas di mana perbedaan Wahabi – NU?
Jawabannya: 90 persen sama.
Tak ada perbedaan mendasar. Kecuali hal-hal furuiyah (cabang-cabang teknis amaliyah) yang hanya 10 persen.
Saudaraku yang merasa Wahabi, cobalah baca kitab-kitab Hadrotussyaikh Hasyim Asy'ary. Bergaulah dengan para murid beliau laiknya kakak kandungmu sendiri.
Sebaliknya, saudaraku yang NU bacalah kitab-kitab ulama Wahabi yang otentik. Bukan dari opini-opini menyimpang dan disimpangkan. Sapalah kami seperti adik-adik kandungmu sendiri.
Aku yakin, setelah itu kalian akan malu dan menyesal menghabiskan energi bertikai meributkan kulit-kulit. Sementara daging-dagingnya kalian buang. (Islampos/Anab Afif)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
YA… Saya adalah penganut Wahabi. Tapi saya tidak membenci NU.
Sebaliknya, apabila ada segelintir orang NU yang anti dan benci Wahabi, pasti dia memperoleh informasi keliru. Dan seperti sengaja dikelirukan oleh banyaknya opini dan pemikiran yang tidak bersumber pada ulama Wahabi.
Buku-buku ulama Wahabi seperti Ibnul Qoyyim al Jauzi, juga banyak dibaca dan disukai oleh orang-orang NU.
Ulamah beraliran Wahabi, Ibnu Taimiyah, pada akhirnya juga memiliki paham yang sama dengan apa yang umumnya dipahami NU.
Tahukah Anda, si Arab Wahabi yang Anda benci itu, juga mempraktikkan apa yang diamalkan oleh NU. Mereka tarawih 20 rekaat. Bahkan di sana juga ada qunut.
Wahabi juga mengakui bahwa bila berdoa harus bersholawat yang disebut oleh orang NU sebagai bertawassul. Wahabi juga mengakui adanya karomah.
Ulama Wahabi bahkan yang menganjurkan buku-buku karya Hadrotussyaikh Hasyim Asyari, pendiri NU itu, agar diajarkan di madrasah-madrasah dan pesantren di Indonesia.
Pendiri Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan di saat muda di Mekah juga belajar kepada guru yang juga adalah gurunya pendiri NU itu. Jadi keduanya adalah murid satu guru.
Anak-anak NU banyak belajar di Ummul Quro. Artinya, mereka juga generasi intelektual 'Wahabi'.
Lantas di mana perbedaan Wahabi – NU?
Jawabannya: 90 persen sama.
Tak ada perbedaan mendasar. Kecuali hal-hal furuiyah (cabang-cabang teknis amaliyah) yang hanya 10 persen.
Saudaraku yang merasa Wahabi, cobalah baca kitab-kitab Hadrotussyaikh Hasyim Asy'ary. Bergaulah dengan para murid beliau laiknya kakak kandungmu sendiri.
Sebaliknya, saudaraku yang NU bacalah kitab-kitab ulama Wahabi yang otentik. Bukan dari opini-opini menyimpang dan disimpangkan. Sapalah kami seperti adik-adik kandungmu sendiri.
Aku yakin, setelah itu kalian akan malu dan menyesal menghabiskan energi bertikai meributkan kulit-kulit. Sementara daging-dagingnya kalian buang. (Islampos/Anab Afif)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Komentar
Posting Komentar