Bergaul dengan Dhuafa untuk Mengasah Sensitivitas Nurani

Anak perempuan itu usianya baru 11 tahun.. bajunya lusuh. Dia diantar ayahnya berobat di poliklinik LKC, (layanan kesehatan cuma-cuma) di kawasan Ciputat.
Ayahnya kerja serabutan..kadang jadi buruh bangunan, kadang jadi pedagang asongan.

Suatu ketika ayah dan anak itu saya ajak bareng pulang naik Datsun putih, sedan tua kesayangan saya, karena kebetulan arah kami sama. Sebelum mereka turun saya mampirkan dulu ke sebuah rumah makan di dekat perempatan jalan tempat kami akan berpisah...

"Ayo kita makan dulu ya pak.."

"Wah ngga usah pak dokter...biar kami terus pulang saja.. sudah malam.." kata ayahnya..

"Sudahlah ngga perlu sungkan..Saya laper banget nih.. bapak dan adik ini pasti belum makan juga kan... ayo ngga papa... temani saya makan ya.. silakan pesan..."

Saya lihat mereka makan dengan lahapnya... benar dugaan saya, ayah dan anak itu memang sedang amat lapar...

Ketika sudah selesai makan saya lihat koq ayam goreng di piring gadis kecil itu masih sisa banyak.. hanya dimakan sedikit saja..

"Dik..kenapa ayamnya disisakan? Ngga suka ya?"

"Ayamnya enak banget pak dokter... ini mau saya bungkus untuk adik-adik di rumah...pasti mereka senang makan ayam enak ini..."

Jleb...ada sesuatu yang menusuk hati saya...ngilu...

Anak perempuan kecil ini amat sayang dengan adik-adiknya dan rela menyisakan ayamnya untuk dibagi dengan mereka... meleleh air mata saya...

"Itu kamu habiskan saja ya... biar untuk adik-adikmu nanti dipesankan lagi, dibungkus saja..."

Rupanya anak-anak yang hidup kekurangan ini bisa jadi justru lebih care dengan saudaranya dibanding anak sebayanya yang hidup berkecukupan...

Kisah ini terjadi sekitar tahun 2000-an saat saya masih mengelola Layanan Kesehatan Cuma-cuma yang dibiayai Dompet Dhuafa...

Bergaul dengan Dhuafa itu bisa mengasah sensitivitas nurani kita....

dr Piprim Yanuarsoh
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Komentar