FATWA PENYELENGGARAAN IBADAH DALAM SITUASI TERJADI WABAH COVID-19
1. Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan
menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar
penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan
pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan
mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang
lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur,
karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan
banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus
secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah
sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti
jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di
masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian
umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak
terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi
penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan
ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh
meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan
shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan
jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di
masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi
penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang
berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban
ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar
tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik
langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan
dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu
kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh
menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai
keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya
dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga
tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang
melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media
penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima
waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat
umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis
taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam
wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh
menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang
banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat
Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta
menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap
menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam
menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait
dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19,
terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan
sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang
berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya
dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak
terpapar COVID-19.
8. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau
menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau
menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan
menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya
haram.
9. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir,
membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu,
memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa
kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan
keselamatan dari musibah dan marabahaya ( daf’u al-bala’),
khususnya dari wabah COVID-19.
Sumber: mui.or.id
menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan terpapar
penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan
pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).
2. Orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan
mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang
lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur,
karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan
banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus
secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah
sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti
jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di
masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian
umum dan tabligh akbar.
3. Orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak
terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi
penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan
ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh
meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan
shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan
jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di
masjid atau tempat umum lainnya.
b. Dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi
penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang
berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban
ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar
tidak terpapar COVID-19, seperti tidak kontak fisik
langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan
dengan sabun.
4. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu
kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh
menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai
keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya
dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga
tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang
melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media
penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima
waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat
umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis
taklim.
5. Dalam kondisi penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam
wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh
menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang
banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat
Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta
menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap
menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.
6. Pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam
menetapkan kebijakan penanggulangan COVID-19 terkait
dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib menaatinya.
7. Pengurusan jenazah (tajhiz al-janaiz) yang terpapar COVID-19,
terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan
sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang
berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya
dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak
terpapar COVID-19.
8. Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau
menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau
menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan
menyebarkan informasi hoax terkait COVID-19 hukumnya
haram.
9. Umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT
dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir,
membaca Qunut Nazilah di setiap shalat fardhu,
memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa
kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan
keselamatan dari musibah dan marabahaya ( daf’u al-bala’),
khususnya dari wabah COVID-19.
Sumber: mui.or.id
Komentar
Posting Komentar