Katakan Tidak untuk "PJJ Berakhir"

Ini bukan guyon atau canda. Ini beneran dari hati terdalam. Biarkan PJJ harus terus membersamai pendidikan kita. Biarkan PJJ terus menemani ragam aktivitas edukasi kita. Biarkan terus PJJ tetap setia untuk mewarnai pelangi KBM kita. Toh jauh sebelum pandemi covid 19, kita sudah mulai bersinggungan dengannya. Toh jauh sebelum covid melanda kita sudah ingin mencobanya walaupun masih dengan malu malu. 

Jangan salah paham, pjj tidak sama dengan " pembelajaran di era pandemi ".  PJJ yah PJJ dan pandemi ya pandemi. PJJ dan pandemi tidak setali tiga uang apalagi bagai pinang dibelah dua. PJJ dan pandemi covid juga jangan dimirip miripkan " like son like mother". 

PJJ telah lama hadir dalam belantara aktivitas edukasi. PJJ yg dalam bahasa tajurnya " Distance learning " sudah ada jauh sebelum sekolah kita didirikan. PJJ telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pendidikan  baik dinegeri kita sendiri maupun negeri orang lain. PJJ lagi lagi adalah salah satu dari " salah seribu " pendekatan pembelajaran kita. Jangan pula pernah bosan untuk mencari 999 pendekatan yg lain

Pandemi covid 19 memang membawa dampak dan kerugian yg sangat luar biasa, menyasar kepada seluruh komponen dan lapisan masyarkat global. Tapi sadar ataupun tidak pandemi covid membawa berkah tersendiri dan unik. Pandemi telah mempopulerkan PJJ keseluruh lapisan masyarakat. Pandemi telah menyeret paksa pemerintah menelurkan kebijakan PJJ . Pandemi telah menguras perhatian seluruh kementrian untuk berlomba lomba mencari platform PJJ  terbaik untuk membelajarkan sdmnya bahkan mengalokasikan dana yg tidak sedikit untuknya. Pandemi telah menguras energi dan sumberdaya kementerian pendidikan untuk memberikan porsi terbesar untuk pelaksanaan PJJ . Pandemi telah menampar wajah para guru untuk sadar dan menguasai PJJ. Pandemi telah mempermalukan lemahnya peran  orangtua untuk mendukung belajar putra putri mereka. Pandemi telah membangun kesadaran belajar siswa dengan kekayaan khazanah " belajar " mereka. Pandemi telah meng" endorse" PJJ hingga populer ke mancanegara. 

Tanyakan pada komunitas perindu PJJ. Bukan perkara mudah untuk bisa melaksanakannya. Sebelum pandemi terjadi perhatian pemerintah terkesan basa basi. Sambutan masyarakat ? Miris. dukungan ? Apalagi. Orang tua ? Nyindir dan nyinyir, merepotkan dan menganggap kurang kerjaan. Bahkan tidak sedikit yg memfitnahnya sebagai" bukan belajar " . Guru ? Gak usah ribet, repot dan ngoyo . Dari dulu yang namanya mengajar yah begini. Singkat kata PJJ tak punya tempat dihati kita. Sekarang ? Di era pandemi covid ? Yang basa basi didemo, yang miris mendukung menangis. Yang  nyindir dan nyinyir tersingkir. Yang kalem dan diem jadi puyeng. 

Pandemi memang membawa berkah tersendiri bagi PJJ. Diperhatikan bahkan  diprioritaskan. Pandemi telah membuat keramaian pesta " Penganten PJJ ". Hingga akhirnya ..., adakah kini yang tak mengenalnya ?.

Katakan tidak untuk PJJ berakhir. Kenapa ? Bukankah merepotkan dan Melelahkan ?. PJJ telah memoderenkan masyarkat pebelajar. Repot dan melelahkan karena kita belum terbiasa. Kalaupun dirasa ada kemiripannya dengan pembelajarn biasa pada umumnya itu karena kita masih setengah hati menjalankannya. Tidak All out. Sehingga,  walaupun pjj tapi masih kental rasa regulernya. PJJ rasa reguler he he he. Cuma memindahkan kelas ke zoom meeting dan tugas tugas ke GCR. PJJ jadi kurang dirasakan kebermanfaatannya. 

PJJ bukan sekedar nge-zoom apalagi ritual meng-upload materi dan tugas tugas. PJJ.mengajak kita untuk berselancar sekaligus menyelami lautan pengetahuan. PJJ mengajak.cakrawala.berpikir.kita semakin luas dan dalam. PJJ betul betul memandirikan kita semua untuk tidak bergantung pada narasi dan teks teks buku. PJJ mengajak kita menyelami samudera ilmu dalam keteraturan dan kontrol edukasi yang kuat. PJJ memiliki peran strategis dalam membentuk masyarakat pebelajar yang lebih handal. Sekali lagi dari tajur yg sepi diiringi simponi kodok malam ini. Kita berharap pandemi covid segera berakhir namu jangan pernah katakan ..., "Kapan PJJ berkahir ".

Penulis: 

Achmad Fauzi

(Guru SDIT Nurul Fikri Depok)

Komentar