Menjaga Amalan Hati
Saudaraku,
Salah satu rukun iman yang wajib kita imani dan yakini adalah beriman kepada takdir Allah Azza wa Jalla, baik takdir baik maupun takdir buruk. Kita wajib percaya dan beriman bahwa semua takdir baik dan buruk berasal dari Allah Azza wa Jalla, dan kita harus lapang hati dan ridha menerima semua takdir-Nya...
Namun terkadang kita tidak bisa menerima takdir Allah Azza wa Jalla dengan hati yang ridha dan lapang. Kita sering mengeluh terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, bahkan terkadang terhadap takdir baik-Nya. Karena itu, agar hati selalu ridha menerima takdir Allah Azza wa Jalla, maka hendaknya kita memperbanyak membaca doa;
اَللَّهُمَّ رَضِّنِيْ بِقَضَائِكَ وَصَبِّرْنِيْ عَلَى بَلاَئِكَ وَاَوْزِعْنِيْ شُكْرَ نِعَمَائِكَ
"Ya Allah, jadikan aku ridha dalam menerima qadha (ketentuan)-Mu, dan jadikan aku sabar dalam menerima bala dari-Mu, dan tunjukilah aku untuk mensyukuri semua nikmat-nikmat-Mu"
(Kitab Syarh Al-Hikam oleh Ibnu Ibad Al-Nafazi)
Saudaraku,
Besar kecilnya nilai amalan dzahir bergantung dengan amalan hati. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan.”
(HR. Al-Bukhari no 3673 dan Muslim no. 221)
Saudaraku,
Perhatikanlah bahwasanya gunung Uhud panjangnya sekitar 7 km dan lebarnya 2 sampai 3 km, dengan ketinggian sekitar 350 meter?. Tentunya kalau ada emas seukuran ini maka beratnya ribuan ton. Kalau kita memiliki emas sebesar itu, apakah kita akan menginfakkannya?
Lantas kenapa para sahabat mendapat kemuliaan yang luar biasa ini, mengapa ganjaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah Azza wa Jalla?
Al-Baydhaawi berkata :
مَعْنَى الْحَديْثِ لاَ يَنَالُ أَحَدُكُمْ بِإنْفَاق مِثْلِ أُحُدٍ ذَهَبًا منَ الْفَضْلِ وَالأَجْرِ مَا يَنَالُ أَحَدُهُمْ بِإِنْفَاق مُدِّ طَعَامٍ أَوْ نَصِيْفِهِ وَسَبَبُ التَّفَاوُت مَا يُقَارِنُ الأَفْضَلَ منْ مَزِيْدِ الإِخْلاَصِ وَصِدْقِ النِّيَّةِ
“Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakkan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun hanya menginfakkan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar.”
(dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34)
Saudaraku,
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
“Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf shalat akan tetapi perbedaan nilai shalat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi.”
(Minhaajus Sunnah 6/136-137)
Beliau juga berkata,
أَنَّ الْأَعْمَالَ الظَّاهِرَةَ يَعْظُمُ قَدْرُهَا وَيَصْغُرُ قَدْرُهَا بمَا في الْقُلُوْبِ، وَمَا فِي الْقُلُوْبِ يَتَفَاضَلُ لاَ يَعْرِفُ مَقَادِيْرَ مَا فِي الْقُلُوْبِ مِنَ الْإِيْمَانِ إِلاَّ اللهُ
“Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzahir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah.”
(Minhaajus Sunnah 6/137)
Oleh karenanya Allah Azza wa Jalla berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
(QS. Al-Hajj: 37)
Tentunya banyak orang yang menyembelih hewan kurban, dan banyak pula yang menyembelih hewan hadyu (tatkala hajian), dan banyak pula orang yang bersedekah dengan menyembelih hewan, akan tetapi bukanlah yang sampai kepada Allah Azza wa Jalla darah hewan-hewan tersebut akan tetapi yang sampai kepada Allah Azza wa Jalla adalah ketakwaan yang terdapat di hati.
(Minhaajus Sunnah 6/137)
Saudaraku,
Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah Azza wa Jalla menjadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesungguhnya amalan-amalan hati para sahabat sangatlah tinggi, keimanan para sahabat sangatlah jauh dibandingkan keimanan kita...
Mungkin kita bisa saja menilai amalan dzhahir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla. Para sahabat yang luar biasa amalan dzahirnya bisa saja ada seorang tabi'in yang meniru mereka akan tetapi yang menjadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah Azza wa Jalla...
Ibnu Taimiyyah berkata tentang para sahabat, “Hal ini (ditinggikannya pahala para sahabat) dikarenakan keimanan yang terdapat dalam hati mereka tatkala mereka berinfaq di awal-awal Islam, dan masih sedikitnya para pemeluk agama Islam, banyaknya hal-hal yang menggoda untuk memalingkan mereka dari Islam, serta lemahnya motivasi yang mendorong untuk berinfaq...
Oleh karenanya orang-orang yang datang setelah para sahabat tidak akan bisa memperoleh sebagaimana yang diperoleh para sahabat. Oleh karenanya tidak akan ada seorangpun yang menyamai Abu Bakr radhiallahu 'anhu...
Keimanan dan keyakinan yang ada di hatinya tidak akan bisa disamai oleh seorangpun. Abu Bakr bin 'Ayyaas berkata,
مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلاَةٍ وَلاَ صِيَامٍ وَلَكنْ بشَىْءٍ وَقَرَ في قَلْبِهِ
"Tidaklah Abu Bakr mengungguli para sahabat yang lain dengan banyaknya shalat dan puasa akan tetapi karena sesuatu yang terpatri di hatinya.”
Demikian pula para sahabat yang lain yang telah menemani Rasulullah dalam keadaan beriman kepada Nabi dan berjihad bersamanya maka timbul dalam hati mereka keimanan dan keyakinan yang tidak akan dicapai oleh orang-orang setelah mereka…
Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwasanya para sahabat secara umum lebih baik dari para tabi'in. Akan tetapi apakah setiap individu dari para sahabat lebih mulia dari dari setiap individu dari generasi setelah mereka?
Apakah Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu lebih mulia daripada Umar bin Abdil Aziz rahimahullah?
Saudaraku,
Al-Qadhi Iyaadh dan ulama yang lain menyebutkan ada dua pendapat dalam permasalahan ini. Mayoritas ulama memilih pendapat bahwasanya setiap individu sahabat lebih mulia dari setiap individu dari generasi setelah mereka. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok, Ahmad bin Hanbal dan selain mereka berdua...
Di antara argumentasi mereka adalah amalan (dzahir) para tabi'in meskipun lebih banyak, sikap adilnya Umar bin Abdil Aziz lebih nampak dari pada sikap adilnya Mu'aawiyah, dan ia lebih zuhud daripada Mu'aawiyah, akan tetapi mulianya seseorang di sisi Allah Azza wa Jalla adalah tergantung hakikat keimanannya yang terdapat di hatinya…
Mungkin bisa saja kita mengetahui amalan (dzahir) sebagian mereka lebih banyak daripada sebagian yang lain, akan tetapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya keimanannya yang terdapat di hatinya lebih besar daripada keimanan hati yang lain..?“
(Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/137-139)
Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senatiasa menjaga amalan hati kita untuk meraih ridha-Nya...
Aamiin Ya Rabb.
_Wallahua'lam bishawab_
Komentar
Posting Komentar