Lebih Berbahaya dari Dajjal
LEBIH BERBAHAYA DARI DAJJAL
oleh: aunur rafiq saleh
وَجَعَلْنٰهُمْ اَئِمَّةً يَّدْعُوْنَ اِلَى النَّا رِ ۚ وَيَوْمَ الْقِيٰمَةِ لَا يُنْصَرُوْنَ
"Dan Kami jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan ditolong." (QS. Al-Qasas: 41)
• Para pemimpin yang mengajak ke neraka ini bisa para penguasa zalim, para ulama fasik yang menyesatkan, dan para tokoh atau "panutan" yang tidak layak dijadikan panutan karena mendukung kebatilan dan moralitas mereka yang sangat rendah sehingga menyesatkan manusia dan menghalangi manusia dari jalan Allah.
• Nabi saw mengkhawatirkan munculnya para pemimpin buruk ini karena mereka ini bisa lebih berbahaya dari Dajjal. Sabda Nabi saw:
لَغَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَى أُمَّتِي قَالَهَا ثَلَاثًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذَا الَّذِي غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُكَ عَلَى أُمَّتِكَ قَالَ أَئِمَّةً مُضِلِّينَ
"Selain Dajjal, ada yang lebih aku takutkan atas ummatku, beliau mengucapkannya tiga kali, maka aku (Abu Dzar) bertanya, Wahai Rasulullah, yang engkau takutkan atas umatmu selain Dajjal itu apa? ' beliau menjawab: Para pemimpin yang menyesatkan." (Musnad Ahmad 20334, hadis ini dha'if tetapi ada beberapa riwayat lain yang menguatkannya. Ash-Shahihah, al-Albani 1582, 1989).
• Diantara yang paling berbahaya adalah ulama yang menyesatkan dan menghalangi manusia dari jalan Allah.
• Fenomena ulama seperti ini juga ada di kalangan Yahudi dan Nasrani. Firman Allah:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَ حْبَا رِ وَا لرُّهْبَا نِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَا لَ النَّا سِ بِا لْبَا طِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah..," (QS. At-Taubah: 34)
• Kenapa dan dengan apa mereka menghalangi manusia dari jalan Allah?
Pertama, tidak mengamalkan ilmu mereka.
• Para ulama menjadi teladan akhlak bagi masyarakat. Para ulama yang tidak mengamalkan ilmu mereka, atau amal perbuatan mereka bertentangan dengan ilmu mereka, menjadi panutan buruk bagi masyarakat, karena dalil amal perbuatan lebih kuat dari ucapan.
• Ulama su' berdiri di depan pintu surga mengajak manusia ke surga dengan ucapan lisan tetapi amal perbuatan mereka mengajak ke neraka.
• Jika ulama rusak maka banyak masyarakat yang terimbas kerusakan mereka.
• Kedua, mendiamkan kebatilan.
• Ini menjadi salah satu bentuk penyesatan. Bila para ulama diam saja menyaksikan berbagai kebatilan dan kemungkaran tersebar luas di tengah masyarakat maka orang-orang bodoh mengira semua itu bukan kebatilan dan kezaliman. Jika memang benar merupakan kebatilan dan kezaliman pasti para ulama menentangnya, minimal menjelaskannya. Dengan demikian sikap mendiamkan kebatilan dan kezaliman ini membuat masyarakat bingung, membantu tersebarnya kebatilan, dan melemahkan kebenaran dan keadilan.
• Karena itu Allah telah mengambil janji dari para ulama untuk menjelaskan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya. Firman-Nya:
وَاِ ذْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَا قَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْكِتٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهٗ لِلنَّا سِ وَلَا تَكْتُمُوْنَهٗ ۖ فَنَبَذُوْهُ وَرَآءَ ظُهُوْرِهِمْ وَ اشْتَرَوْا بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُوْنَ
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu), Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya, lalu mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan." (QS. Ali 'Imran: 187)
• Menurut ayat ini, ulama yang tidak menyuarakan kebenaran berkemungkinan besar sudah melakukan "transaksi jual beli".
• Ketiga, menyuarakan kebatilan dan mendukung kezaliman.
• Ini musibah dan bencana besar bagi orang-orang beriman dan menghancurkan agama. Mereka telah menjual agama mereka dengan reruntuhan dunia. Salah satu cirinya, mereka pandai bersilat lidah dan mencarikan dalil-dalil pembenaran. Sampai hal-hal yang aksiomatika atau prinsip pun diplintir tanpa rasa malu dan bersalah. Nabi saw mengkhawatirkan dan memperingatkan umatnya dari ulama yang pandai bersilat lidah ini dalam sabdanya:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas ummatku adalah setiap munafiq yang pandai bersilat lidah." (Musnad Ahmad 137)
Komentar
Posting Komentar