Konflik KMP dan KIH
Masa Depan Penuh Konflik Pemerintah-DPR
Oleh : Rana Khalida XI IIS 2
Jakarta, CNN Indonesia -- Masa depan hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif di negeri ini diprediksi tak bakal harmonis lima tahun ke depan. Ini masih buah dari perseteruan dua koalisi sejak kampanye Pemilu Presiden 2014. Koalisi Merah Putih yang merupakan poros Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Hebat yang berada di belakang Jokowi-JK amat mungkin menjadi seteru abadi.
"Politik lima tahun ke depan suram. Hubungan Presiden dan DPR akan sangat konfliktual," kata pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris kepada CNN Indonesia, Jumat (10/10). Berbagai kebijakan pemerintah berpotensi dijegal dan digugat oleh parlemen melalui penggunaan hak-hak politik di DPR seperti hak interpelasi dan hak angket.
Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah tentang kebijakan yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Sementara angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap undang-undang atau kebijakan penting pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan UU.
Parlemen saat ini didominasi oleh Koalisi Merah Putih. Pimpinan DPR dan MPR dikuasai oleh anggota koalisi pendukung Prabowo. Hal serupa dapat terjadi pula pada pimpinan komisi-komisi di DPR yang kemungkinan akan ditentukan pekan depan. Ini dapat berdampak serius pada pemerintahan Jokowi.
"Pemerintahan Jokowi-JK akan digoyang dan dijegal oleh kekuatan oposisi di parlemen. Apalagi kubu Jokowi di DPR tidak dominan dari segi jumlah," kata Syamsuddin.
Meski demikian, menurut peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI itu, Jokowi tidak akan mudah dimakzulkan dari kursi presiden. Pemakzulan sangat sulit dilakukan karena alasan politik. "Misalnya kinerja pemerintah jelek dan mengecewakan pun tidak bisa dimakzulkan," ujarnya.
Seorang presiden hanya dapat dimakzulkan apabila melakukan tindak pidana seperti korupsi, mengkhianati negara, dan melanggar konstitusi. "Keputusan mengenai apakah seorang presiden melanggar konstitusi atau tidak pun bukan berada di tangan parlemen, tapi Mahkamah Konstitusi," kata Syamsuddin.
Untuk mengantisipasi upaya-upaya oposisi menghambat pemerintah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah. Misalnya pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang benar-benar berorientasi untuk masyarakat luas. Dengan demikian publik yang berkepentingan atas kebijakan tersebut dapat melakukan tekanan terhadap DPR.
Sayangnya tidak ada mekanisme publik yang bersifat langsung untuk menekan parlemen seperti penandatanganan petisi oleh sekian banyak orang guna mendukung atau menolak suatu kebijakan.
Cara lainnya, PDIP sebagai partai penguasa harus lebih luwes dalam melakukan komunikasi politik dengan koalisi Prabowo. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dianggap Syamsuddin masih terlalu kaku dan akibatnya PDIP menderita kekalahan beruntun di parlemen.
(agk/ded).
"Politik lima tahun ke depan suram. Hubungan Presiden dan DPR akan sangat konfliktual," kata pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris kepada CNN Indonesia, Jumat (10/10). Berbagai kebijakan pemerintah berpotensi dijegal dan digugat oleh parlemen melalui penggunaan hak-hak politik di DPR seperti hak interpelasi dan hak angket.
Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah tentang kebijakan yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Sementara angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap undang-undang atau kebijakan penting pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan UU.
Parlemen saat ini didominasi oleh Koalisi Merah Putih. Pimpinan DPR dan MPR dikuasai oleh anggota koalisi pendukung Prabowo. Hal serupa dapat terjadi pula pada pimpinan komisi-komisi di DPR yang kemungkinan akan ditentukan pekan depan. Ini dapat berdampak serius pada pemerintahan Jokowi.
"Pemerintahan Jokowi-JK akan digoyang dan dijegal oleh kekuatan oposisi di parlemen. Apalagi kubu Jokowi di DPR tidak dominan dari segi jumlah," kata Syamsuddin.
Meski demikian, menurut peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI itu, Jokowi tidak akan mudah dimakzulkan dari kursi presiden. Pemakzulan sangat sulit dilakukan karena alasan politik. "Misalnya kinerja pemerintah jelek dan mengecewakan pun tidak bisa dimakzulkan," ujarnya.
Seorang presiden hanya dapat dimakzulkan apabila melakukan tindak pidana seperti korupsi, mengkhianati negara, dan melanggar konstitusi. "Keputusan mengenai apakah seorang presiden melanggar konstitusi atau tidak pun bukan berada di tangan parlemen, tapi Mahkamah Konstitusi," kata Syamsuddin.
Untuk mengantisipasi upaya-upaya oposisi menghambat pemerintah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah. Misalnya pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang benar-benar berorientasi untuk masyarakat luas. Dengan demikian publik yang berkepentingan atas kebijakan tersebut dapat melakukan tekanan terhadap DPR.
Sayangnya tidak ada mekanisme publik yang bersifat langsung untuk menekan parlemen seperti penandatanganan petisi oleh sekian banyak orang guna mendukung atau menolak suatu kebijakan.
Cara lainnya, PDIP sebagai partai penguasa harus lebih luwes dalam melakukan komunikasi politik dengan koalisi Prabowo. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dianggap Syamsuddin masih terlalu kaku dan akibatnya PDIP menderita kekalahan beruntun di parlemen.
(agk/ded).
Link : http://www.cnnindonesia.com/politik/20141010115859-32-6003/masa-depan-penuh-konflik-pemerintah-dpr/
Penyebab : perseteruan dua koalisi sejak kampanye Pemilu Presiden 2014. Koalisi Merah Putih yang merupakan poros Prabowo Subianto dan Koalisi Indonesia Hebat yang berada di belakang Jokowi-JK . KMP tidak meberikan jatah kekuasan kepada KIH, hal ini yang membuat perseteruan kedua kubu tidak dapat dihindarkan.
Solusi : Menurut saya pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang benar-benar berorientasi untuk masyarakat luas. Dengan demikian publik yang berkepentingan atas kebijakan tersebut dapat melakukan tekanan terhadap DPR.PDIP sebagai partai penguasa harus lebih fleksibel dalam melakukan komunikasi politik dengan koalisi Prabowo.
Komentar
Posting Komentar