Khutbah 'Idul Adha: Etos Ibadah Nabi Ibrahim dan Keluarganya

*Khutbah 'Idul Adha (Etos Ibadah 7-As)*

*_Judul : Etos Ibadah Nabi Ibrahim dan keluarganya_*

Disusun oleh : Kang Zain
WA/HP : 0813-1458-7468

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 

_Allahu Akbar, Allaahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd._

Kaum muslimin jama'ah sholat ‘Idul Adha yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Di pagi yang cerah ini, marilah kita berdzikir, bertafakur dan bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua. Begitu banyak kenikmatan yang telah dihadirkanNya untuk kita, itu sebabnya kita harus berterimaksih kepada-Nya, bertakbir untuk-Nya, bertasbih pada-Nya, berqurban untuk-Nya, dan memuji kepada-Nya. 

Begitu banyak nikmat yang telah dihadirkanNya untuk kita. Baik itu nikmat yang sifatnya lahiriah maupun batiniyah. Dan tentu saja, jangan sampai kita termasuk orang yang kufur yang lupa bersyukur kepada Allah hanya lantaran berbagai kesulitan dan masalah yang tengah kita hadapi saat ini, sebab kalau kita menghadapi kesulitan tanpa dibarengi rasa syukur yang mendalam maka akan terasa berat kewalahan.

Yakinlah, sebesar apapun ujian kesulitan Anda, jauh lebih besar kekuasaan Allah menolong Anda untuk menemukan solusinya. 

Itu sebabnya, mulai hari ini, mari kita hindari keluhan : Wahai Allah, ujianku sangat besar. Tapi beroptimislah dengan mengatakan : Wahai ujian, Allah itu Maha Besar.

Kaum muslimin jamaah ‘Idul Adha yang berbahagia. Marilah sholawat dan salam kita curahkan kepada junjungan kita dan semesta, tauladan umat hingga akhir masa, yaitu Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, saudara, sahabat dan para pengikutnya yang beriman kepada Allah SWT. 

Kemudian Sholawat dan salam mari kita sampaikan pula kepada Nabi sang penggugah inspirasi persatuan, inspirasi kepasrahan, motivator keikhlasan, bapaknya para nabi, yaitu Nabiyullah Ibrahim 'alaihissalam. 

Ya, lantaran washilah perjuangan nabi Ibrahim dan keluarganyalah hari ini kita bisa menikmati indahnya ‘Idul Adha, indahnya berkurban, dan indahnya berhajji bagi yang diberikan kelebihan rizki, kesehatan, kesempatan, dan hidayah dari Nya.

*Setidaknya ada 7 prinsip Etos Ibadah* yang diajarkan secara tersirat oleh nabi Ibrahim dan keluarganya kepada kita, sebagai prinsip hidup luar biasa agar kita menjadi semakin sukses dunia dan akhirat.

Apa sajakah itu?

_Allahu Akbar 3X walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah_

*1. Ibadah Ikhlas*

Q.S. Ash-Shoffat (37) ayat 100-102 :
_“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?"_

Betapa ikhlas Nabi Ibrahim menerima wahyu yang berat ini dari Allah, bahwa ia harus menyembelih anaknya sendiri. Saat itu Ismail adalah masih anak satu-satunya beliau, sebab Ishaq belumlah lahir dimuka bumi.

Bisa dibayangkan, Ismail adalah anak satu-satunya yang sangat dicintainya, yang proses kelahirannya pun butuh perjuangan yang lama. Setalah Ibrahim semakin menua dilanjut usia. Belum lagi, ujian ketika Sang Ismail bayi harus ditinggalkan di padang tandus hanya bersama Siti Hajar ibunya. 

Sudah sangat lama Nabi Ibrahim menahan rindu untuk bertemu anak semata wayangnya itu. Setelah diizinkan bertemu, untuk melepas rindu, namun tak lama setelah itu, datanglah mimpi yang membuat beliau termangu. 

Ya, betapa tidak, bisa dibayangkan kagetnya beliau ketika menerima wahyu dari Allah yang di luar batas logika manusia, padahal Ismail baru saja menginjak remaja, berusia baligh, dan bisa membantu Nabi Ibrahim dalam berusaha. 

Lalu, sebuah wahyu yang sangat dahsyat menggoncang jiwa. Wahyu tersebut disampaikan lewat mimpi malam di dalam tidurnya. Tapi, subhanallah, Nabi Ibrahim tidak protes kepada Allah atas wahyu yang diterimanya. Beliau yakin Allah takkan menzolimi hamba-hambaNya.

Belum lagi jika kita lihat keikhlasan Ismail remaja untuk disembelih oleh ayahnya. Menerima instruksi luar logika sebagai paket uji ketaqwaan dari Allahu ta'aalaa. 

Ia pun begitu ikhlas dan pasrah sepenuh hati. Tidak pula protes pada Tuhannya maupun pada Ayahnya atas wahyu ini. Tapi justru ia membantu melapangkan hati sang ayah dengan ucapannya yang santun :

_"Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; in syaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar"._

_Subhanallah, Walhamdulillah, Wa Laa ilaah illallah, Allahu Akbar._

Kita hari ini telah belajar ikhlas dari dua sosok ayah dan anak yang luar biasa. Yang saling mencintai, tapi Allah lah yang paling utama mereka cinta. Sebab cinta kepada Allah tak kan pernah menghadirkan kecewa dan petaka.

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*2. Ibadah Jelas*

Sejak muda, nabi Ibrahim adalah tipe pemuda yang tidak pernah ikut-ikutan tanpa kejelasan data dan fakta. Walau ayahnya berstatus sebagai penjual berhala, tapi beliau tetap tidak mau mengikutinya, karena bagi beliau menyembah berhala adalah perbuatan yang tidak jelas tanpa makna.

_Ibrahim berkata (kepada ayahnya dan kaumnya) : "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu"._ (Q.S. 37 : 95-96)

Sangat jelas, sejak muda beliau adalah penganut manusia yang suka sesuatu yang jelas.

Mari kita ambil teladan dari beliau agar kita pun mulai hari ini selalu menjadi manusia yang hanya melakukan sesuatu dengan ilmu yang jelas, tidak hanya ikut-ikutan penuh bias. 

Apalagi jika ikut-ikutan hanya lantaran alasan duniawi yang terbatas. Ingatlah firman Allah dalam Q.S. Al Isro (17) : 36

_“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”_

_Allahu Akbar 3X walillahil hamd._

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*3. Ibadah Pantas*

Jangan membenarkan hal-hal yang biasa, tapi biasakanlah hal-hal yang benar. Itulah hidup yang pantas bagi insan bertaqwa. Pantas atau tidaknya sebuah pekerjaan tidak bisa hanya diukur dari aturan main kebanyakan logika manusia. 

Baiklah, secara logika pantaskah seorang ayah menyembelih anaknya? Tentu saja tidak.

Artinya disini seharusnya kita belajar, jangan pernah menuhankan logika kita. Sebab pantas tidaknya suatu pekerjaan sangat tergantung aturan main yang telah ditentukan oleh Allah, bukan oleh logika manusia.

Jangan sampai kita termasuk manusia-manusia jahil dengan mengatakan : _“Tidak pantas hukuman cambuk dan rajam bagi para pezina diterapkan di negara manapun, sebab hukum rajam tidaklah berperikemanusiaan, tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia….dsb”_ 

Wahai saudaraku seiman yang sangat merindukan rahmat-Nya, lalu dimanakah kita meletakkan aturan hukum Allah, jika kita meremehkannya dengan pendekatan logika yang fana? Indonesia sebagai negara Pancasila sudah sangat jelas mendudukkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang paling utama.

Bahkan hari ini banyak juga manusia yang meremehkan Syi'ar-syi'ar Allah dengan mengatakan : "Tidak pantas kita berqurban dan berhari raya, padahal banyak fakir miskin yang butuh dana. Gantilah ibadah Qurban dengan sedekah uang senilai harga kambing."

Padahal Allah berfirman : _Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S.. 5 : 50)_

Mari kita belajar kembali dari kedua nabi yang luar biasa itu. Kepantasan itu adalah kesesuaian dengan instruksi Ilahi, bukan kesesuaian dengan logika dan emosi. Dan bukankah akhirnya terbukti, Allah pun menukar perintah-Nya dengan mengganti Ismail dengan seokar domba besar yang sangat sehat untuk disembelih?

Justru di sini terurailah makna, mengapa Ibrahim sampai disebut sebagai Bapaknya para Nabi, bahwa ternyata Peristiwa Pengorbanan yang beliau lakukan sedang mengkritik tajam praktek jahiliyah yang telah lama berlangsung, yakni tentang ritual mengorbankan manusia sungguhan untuk mendapatkan ridho Tuhan-tuhanan yang mereka imankan.

Dan ini pun menjadi teguran untuk kita semua, mungkin saja di antara kita masih ada orang-orang yang mengorbankan nyawa manusia hanya untuk sekedar mendapatkan secuil harta dunia. 

_Allahu Akbar, 3X walillahil hamd._

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*4. Ibadah Prioritas*

Berpikirlah prioritas. Utamakan akhirat tapi jangan lupakan dunia. Utamakan Ruhani tapi jangan lupakan jasmani. Utamakan perintah Ilahi tapi jangan lupakan urusan-urusan manajemen duniawi.

Kalaulah Ibrahim lebih mencintai dunia dibandingkan akhirat yang abadi, tentu ia akan memprioritaskan keselamatan anaknya dibandingkan wahyu dari Ilahi. 

Tapi Ibrahim yakin, justru ketika ia mengutamakan akhirat maka dunia pun akan ia dapatkan. Sebab yang terjadi, bukannya Ibrahim kehilangan Ismail tetapi justru Ibrahim diberi kabar gembira bahwa ia akan diberikan seorang anak lagi, anak beliau yang kedua, anak yang sholeh, anak yang pintar bernama Ishaq.

_Allah berfirman : "Dan kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq.....”_

Itu sebabnya jika hari ini kita ingin hidup bahagia, maka prioritaskanlah urusan akhirat tapi jangan lupakan dunia. Utamakan bisikan ruh tapi jangan lupakan kebutuhan tubuh.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Qoshosh : 77

_“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”_

Ya, mulai hari ini mari kita ubah paradigma keliru yang mengatakan : “kejarlah dunia tapi jangan lupakan akhirat” dengan paradigma yang haq yaitu : “Kejarlah akhirat tapi jangan lupakan dunia”. 

Sebab paradigma keliru itulah yang melahirkan para koruptor yang rajin ke mesjid, para ahli ghibah yang rajin mengaji, para penipu yang tetap berpuasa di bulan Romadhon. Mereka sering beranggapan bahwa ibadah-ibadah mereka bisa menutupi dosa-dosa mereka yang banyak. 

_Allahu Akbar, 3X walillahil hamd._

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*5. Ibadah Tegas*

Maka setelah ikhlas, jelas, pantas, dan perioritas, kita harus lah tegas, yaitu berani mengambil sikap, menentukan sebuah pilihan. Begitupun Nabi Ibrahim, walau dengan perasaan sedikit tidak tega, ia memberanikan diri mengkonfirmasi mimpi tersebut pada Ismail. Ia pun hendak mengetahui sejauhmana tanggapan atau respon keimanan ismail terhadap wahyu ini. Dan _Maa syaa Allaah_, Ibrahim pun menemukan Ismail sebagai anak yang tegas dalam kesabaran dan kebenaran.

Di peristiwa yang lain jauh sebelum itu, Nabi Ibrahim pun, walau dengan berat hati, tetap mampu tegas melaksanakan perintah Allah, meninggal Siti Hajar bersama Ismail yang masih Bayi di Padang gersang luas lembah Bakkah.

Karena washilah berbagai ketegasan Ibrahim itulah, maka tak heran bila kisah mereka menjadi sejarah, diabadikan oleh Allah menjadi sejarah heroik yang luar biasa di dalam Al-Quran, yang mana hikmahnya terus mengalir sepanjang masa. 

Ya, orang-orang yang tegas dalam memilih kebenaran, seringkali membuat sejarah dalam kehidupan. Sedangakan para peragu, tidak akan pernah mampu membuat sejarah gemilang, kecuali goresan-goresan luka mendalam di kehidupan dunia, dan bertambah pedih lukanya di akhirat kelak.

Sudahkah hari ini kita tegas dalam menyikapi hidup? Yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan mengandung resiko yang tidak bisa dipilih karena sudah satu paket dengan pilihannya.

Marilah kita membuat sejarah dalam hidup kita yang singkat ini. Buatlah sejarah, bukan sekesar kisah. Ya, jadikanlah hidup kita yang singkat ini bermanfaat buat semesta hingga akhir masa, sebagai buah dari ketegasan kita dalam melaksanakan kebenaran-kebenaran dari Nya.

_Allahu Akbar 3X walillahil hamd._

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*6. Ibadah Berkualitas*

Ibadahlah yang totalitas, bukan formalitas. Ibadahlah yang khusyu' bukan yang penuh ragu dan pilu. Ibadahlah yang berkualitas, bukan sekedar kuantitas.

Hari ini sebagian manusia cenderung ingin mendapatkan yang terbaik, tapi enggan untuk memberikan yang terbaik. 

Ketika bertemu seseorang, Para pecundang selalu berpikir : “Apa yang bisa saya dapatkan dari orang itu…?” sedangkan para pemenang selalu berpikir “Apa yang bisa saya berikan kepada orang itu, dan apa yang bisa saya sinergikan dengannya…?”

Hidup berkualitas adalah hidup yang berorientasi memberi dan melakukan yang terbaik untuk Allah dan ciptaan-Nya. Maka ketika ia memiliki dana untuk kurban sapi atau kambing terbaik, ia pun berusaha melakukannya dengan totalitas.

Dia akan berpikir “Hanya karena Allah, maka saya akan berikan yang terbaik buat saya, keluarga saya, fakir miskin, dan tetangga”. Sedangkan orang yang kurang berkualitas lebih suka berpikir “buat apa berkurban tahun ini, tahun kemarin kan sudah, apalagi sepertinya tahun ini sudah cukup banyak yang berkurban, nanti fakir miskinnya malah keenakan…jadi pemalas”, atau bisa juga berpikir “buat apa kurban sapi/kambing terbaik, yang kurus aja lah, cari yang paling murah… kan yang penting ikhlas…tidak ada yang rugi kok..”, atau mungkin juga berpikir "Tahun ini _kan_ saya jadi caleg, maka saya harus sembelih kambing terbaik".

Kaum muslimin, marilah kita belajar dari Nabi Ibrahim yang sangat menjaga kualitas hidupnya dan kualitas ketaqwaannya.

Lihatlah, Allah pun memberikan domba atau kibas terbaik untuk disembelih oleh Ibrahim. Mari kita berikan yang terbaik semampu kita hanya karena Allah, terkecuali jika memang benar-benar sungguh tidak ada lagi dana, tentu saja Allah maha mengetahui dan mengampuni. 

Hidup berkualitas bisa disimpulkan dengan dua pernyataan dalam bentuk pertanyaan berikut : 

1. Mengapa harus meminta, kalau memberi lebih meringankan hidup kita? 

2. Mengapa harus memberi yang biasa saja, kalau kita masih mampu memberikan yang lebih baik?

Ya, berikanlah yang terbaik, maka Anda kan mendapatkan yang terbaik dari-Nya.

Begitulah pengorbanan Nabi Ibrahim as, ia pun berkurban yang terbaik. Ismail adalah anak yang sangat dicintainya. Bahkan bisa jadi paling dicintainya dari apapun yang ada di dunia ini, kecuali Allah. 

Itu sebabnya, Allah menguji kepada apa yang paling dicintai oleh Nabi Ibrahim. Nah, mari kita belajar, sudahkah kita mengurbankan apa yang paling kita cintai di dunia ini hanya untuk ALLAH SWT?

_Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik._ (Q.S. 9 : 24)

_“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."_ (Q.S. 3:92).

_Allahu Akbar 3X walillahil hamd._

Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah

*7. Ibadah Tuntas*

Akhirnya, tuntaskanlah pekerjaan-pekerjaan Anda dengan terus bertawakkal pada Allah. Dan tuntaskanlah kehidupan Anda dengan akhir yang luar biasa, Husnul Khotimah. Jangan pernah menjadi peribadi yang menyerah akan tegaknya kebenaran dan keberserahan diri.

Siti Hajar pun pantang menyerah, ia tidak berhenti mencari air untuk Sang Ismail kecil, dari bukit Shofa ke Marwah, 7 kali bulak balik, sampai Allah tuntaskan dengan hadirnya hasil sebuah air yang memancar hingga kini, yaitu Zam Zam. Ikhtiar itu kewajiban, Hasil atau Rezeki itu Kejutan.

Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail pun tidak menyerah dengan "instruksi" Ilahiyah lewat mimpi tersebut. Mereka berdua tetap menuntaskannya dengan penuh keberserahan diri, sampai datang kebenaran Allah lainnya lewat instruksi lainnya, diganti-Nya dengan sembelihan yang berkualitas.

_Tatkala keduanya telah *berserah diri* dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (maka nyatalah kesabaran keduanya). Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata._ (Q.S. Ash-shooffaat (37) : 103-106)

_Dan kami tebus (ganti) anak itu dengan seekor sembelihan yang besar._ (Q.S. Ash-shooffaat (37) : 107).

Wahai kaum muslimin, marilah kita belajar menuntaskan apa-apa yang kita kerjakan dengan mental berserah diri kepada Allah. Janganlah kita termasuk pribadi yang hanya pandai memulai, tapi tak pandai menyelesaikan. 

Itulah 7 Prinsip Etos Ibadah yang bisa kita ambil dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Pertama, Ibadah IKHLAS. Kedua Ibadah JELAS. Ketiga Ibadah PANTAS. Kempat Ibadah PRIORITAS. Kelima Ibadah TEGAS. Keenam Ibadah BERKUALITAS. Dan Ketujuh Ibadah TUNTAS.

Bila kita sudah tuntaskan semua tugas-tugas hidup kita batin dan lahirnya, maka _in syaa Allah_ kita akan kembali kepadaNya dengan jiwa yang tenang sambil memasuki jannah Allahu ta'aala.

_Qoolallaahu ta'aalaa : "Yaa Ayyatuhannafsul muthmainnah, irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah, fadkhulii fii 'ibaadii wadkhulii jannaatii"._

_Allahu Akbar 3x walillahil hamd_.

*www.jlebb.com*

Komentar