Sistem Kekerabatan Matrilineal di Minangkabau
MENGENAL ADAT DAN BUDAYA MINANGKABAU
SISTIM MATRILINEAL
Oleh: Herlina Hasan Basri
Suku Minangkabau terkenal unik dan menarik, sangat lah menarik untuk ditelusuri secara mendalam, baik dalam segi adat, budaya, agama, dan falsafahnya. Suku Minangkabau sejak dahulu tidak pernah berubah, tetap memakai sistim keturunan ibu (matrilineal), jaman boleh berubah, tapi adat tetap berjalan, sesuai falsafah Minangkabau "ndak lakang dek paneh, ndak lapuak dek hujan," itulah suku Minangkabau.
Suku Minangkabau terkenal dengan agamanya, yaitu agama Islam, untuk ini suku Minangkabau terkenal dengan filosofinya Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, antara adat dan agama tidak bisa dipisahkan, meskipun banyak hujatan dan celaan yang menuding bahwa adat di Minangkabau tidak sejalan dengan agama Islam yang dianutnya.
Namun sampai kini adat dan budaya Minangkabau aman-aman saja, karena tidak ada yang bisa mematahkan sampai keakarnya apa yang sudah menjadi prinsip nenek moyang mereka, bahwa Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah satu-satunya pegangan hidup mereka.
Saya lahir dan besar di rantau, namun begitu dalam pendidikan sehari-hari kedua orangtua saya menerapkan kepada saya tata cara hidup sebagai wanita minang yang beragama dan beradat, bagaimana sulitnya menjaga seorang anak wanita itu sangat tertanam dalam jiwa saya, ketika itu saya sering berpikir, apa sih bedanya dengan yang lain, sepertinya teman-teman saya biasa-biasa saja dan sama diperlakukan oleh orang tuanya dengan anak laki-lakinya, kok kalau saya ini tidak boleh, itu tidak pantas, kadang-kadang saya sering bertanya dalam hati, kenapa ???.
Ayah saya pernah berkata, "bahwa dalam menjaga seorang anak perempuan sama sulitnya dengan menjaga 9 orang anak laki-laki ", begitu dalamnya penerapan ajaran malu dalam diri saya atas apa yang diterapkan kedua orang tua saya, mungkin dalam masa lajang saya bisa dibilang saya gadis kuper, walaupun saya mengenyam pendidikan sampai Perguruan Tinggi.
Matrilineal adalah sistem kekerabatan dari garis keturunan ibu, mereka mengikuti garis kekerabatan ibunya, dengan mengikuti suku ibunya, apakah itu salah dalam ajaran Islam?.
Tentu saja salah kalau mereka bernasab ke ayahnya, tapi di Minangkabau suku ke ibu bukan berarti mereka bernasab ke ibu, mereka tetap bernasab keayahnya, karena belum pernah saya dengar ada pernikahan di Minangkabau yang menikahkan putrinya memakai sebagai wali ibunya, saat itu saya berpikir betapa hebatnya wanita di Minangkabau, mereka mendapat tempat begitu mulia.
Waktu itu, terselip rasa bangga karena saya punya darah Minangkabau. Walaupun saya lahir dan besar di rantau, namun didikan kedua orangtua saya tentang adat membuat saya penasaran ingin mengenal lebih jauh, saya mencoba menelusuri lebih jauh apa dan bagaimana sistem matrilineal di Minangkabau bisa bertahan sampai kini.
Belakangan ini saya baru menyadari kenapa orangtua saya dulu menjaga saya begitu ketatnya. Ternyata seorang laki-laki memiliki tanggung jawab terhadap 4 wanita yaitu ibunya, istri, anak perempuan dan saudara perempuan (kakak atau adik perempuan kandung). Laki-laki berkewajiban untuk menjaga, merawat, membimbing, mendidik, menasehati dan mengingatkan wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya sampai ke akhirat kelak. Masya Allah istimewanya Minangkabauku, semua berlandaskan nilai-nilai agama yang ada di dalam Islam.
Ternyata, meski Minangkabau menganut sistem kekeluargaan matrilineal, sistem kekuasaannya bukanlah matriarkat, di mana perempuan memegang kendali. Sebaliknya, Minang, seperti banyak suku lain, adalah masyarakat yang patriarkat. Lelaki adalah pengambil keputusan. Dalam suku Minang, mamak atau paman menjadi pemimpin dalam wilayah rumah tangga saparuik (satu perut, satu ibu).
Datuak ialah pemimpin dalam wilayah kaumnya, yang terhitung satu nenek. Penghulu menjadi pemimpin suku (satu nenek moyang), yang artinya laki-laki tetaplah pemimpin bagi kaumnya, mereka yang mengatur pemerintahan di Nagari kecilnya/kaumnya.
Lalu pertanyaan saya, kalau bernasab ke ayah kenapa harus mengikuti suku ibu saya?, ternyata dalam memenuhi keinginan saya sebagai putri Minang terus saya telusuri bagaimana sistem ini bisa bertahan sampai zaman now. Saya melihat sedikit keganjilan, suku Minangkabau bersuku ke ibu namun tetap bernasab ke ayah, saya coba mengupasnya lewat agama, saya dapati bahwa kedudukan seorang ibu dalam Islam ternyata 3 kali lebih mulia dari ayah, kenapa demikian ?
Didalam kitab suci Al Quran banyak sekali ayat-ayat tentang keberadaan dan keistimewaan seorang ibu, begitu juga dalam hadist.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu." (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, belia berkata, "Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ?" Nabi shalallaahu alaihi wasallam menjawab, "Ibumu!" Dan orang tersebut kembali bertanya, "Kemudian siapa lagi ?" Nabi shalallaahu alaihi wasallam menjawab, "Ibumu !" Orang tersebut bertanya kembali, "Kemudian siapa lagi ?" Beliau menjawab, "Ibumu." Orang tersebut bertanya kembali, "Kemudian siapa lagi?" Nabi shalallahu alaihi wasallam menjawab, "Kemudian ayahmu." (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Inilah istimewanya negeri Minangkabau ku, ternyata dibalik keunikan dan keistimewaan sistem matrilineal terdapat nilai-nilai agama yang begitu murni, belum pernah saya melihat dan mendengar peradaban atau budaya satu daerah dimanapun didunia ini yang begitu menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang wanita kecuali dalam agama saya sendiri, sampai saya pada satu kesimpulan, hanya orang bodoh yang menganggap matrilineal dalam budaya Minangkabau bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Kemudian, saya menemukan konsep Bundo Kanduang. Secara harfiah dua kata itu berarti "ibu kandung", tapi ia adalah sosok yang menunjukkan posisi mulia perempuan Minangkabau dalam tatanan adat masyarakatnya. Perempuan berfungsi tidak hanya sebagai penerus keturunan, tetapi juga terlibat dalam musyawarah di keluarga, kampung, daerah, dan nagarinya.
Sistem matrilineal ini sempat dijadikan alasan oleh kaum paderi untuk memerangi kaum adat, karena dianggap tidak sejalan dengan agama, namun kekuatan nilai-nilai budaya masih bisa bertahan dengan mencoba masuk kedalam nilai-nilai Islam, kekuatan tersebut menurut Jeffrey Hadler, sebetulnya karena sistem matrilinial terlebih dahulu sudah terideologisasi sebelum Islam masuk.
Inilah yang diperangi kaum Paderi saat itu, mereka menganggap sistem kekerabatan yang ada di Minangkabau sangat bertentangan ajaran Islam, mereka menganggap suku Minangkabau bernasab ke ibu. Saat itu kaum Padri membatasi diri sendiri dan akhirnya setelah terjadi komunikasi antara kaum adat mereka menjadi fleksibel, bahkan mau berdamai dengan kaum adat. Dengan filosofi "Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (adat berdasarkan syariah, syariah berdasarkan kitab Allah, Al-Quran) pemimpin-pemimpin Padri dan adat berkompromi dan mempertahankan kekhasan budaya Minangkabau sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, saat itu secara otomatis terbentuklah "Tungku Tigo Sajarangan" yang merupakan sistem kepemimpinan di Minangkabau, yaitu kesepakatan antara kaum adat, kaum ulama dan kaum cendikiawan. Sistem matrilineal tetap bertahan meskipun diserang kaum Padri, dan sampai kini Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dan yang paling stabil didunia yang menganut sistem matrilinial.
Saya sangat optimis dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Minangkabau tidak berada pada ruang yang salah, dan saya percaya dengan kekuatan Bundo Kandung sebagai ibu yang telah melahirkan manusia kedunia ini sistem kekerabatan yang ada di Minangkabau akan tetap bertahan selama masyarakat minangkabau tetap percaya dengan falsafah yang dianutnya, wallahualam.
"Aku Bangga Menjadi Anak Minangkabau"
Komentar
Posting Komentar