Ustadz Adi Hidayat: Peran Umat Islam dalam Kemerdekaan Indonesia

Sebelum ada Indonesia, ada Nusantara. Nusantara merdeka sebelum datang Portugis 1511.

Nusantara terbentuk dari 90% lebih adalah komunitas muslim.

Maluku dari kata malik, kerajaan Islam.

Sedikit Hindu, sedikit Buddha, selebihnya animisme. Kristen belum ada.

Kapan Kristen datang? Ada buku tentang sejarah Islam, Hindu, dan Buddha datang ke Indonesia. Tapi tidak ada buku yang pernah membahas sejarah kedatangan Kristen di Nusantara.

Ketika kondisi Nusantara, 90% muslim, tidak ada masalah, damai. Yang menjadi persoalan ketika datang Portugis 1511.

1494 Perjanjian Thordesilas: setelah jatuhnya Granada, habis muslim di Spanyol
Paus Alexander VI (Katolik) mengumpulkan dua kekuatan besar untuk ekspansi dengan membawa misi suci 3G (Gold: emas, rempah, Glory: menguasai wilayah, Gospel: misi katolik)
Kerajaan Portugal (Timur)
Kerajaan Spanyol (Barat)

Umat katolik beribadah di igereja (latin). Mereka punya orang suci yang bernama St, Dominggo, jadi minggu.

Menurut kitab agama kristen, sebenarnya penyebaran agama kristen hanya di sekitar Palestina saja.

KH Muhammad Hasyim Sy'ari, dalam kitabnya Risalah Ahlus Sunnah Waljamaah, mengatakan:
  • awal mula bid'ah di Jawa yaitu tentang aqidah kristen: ada orang-orang yang ikut ke gereja dan mengenakan pakaian seperti orang kristen, beliau memfatwakan haram menyerupai orang kafir dalam
1521 Magelhans masuk ke Sunda Kelapa, bangun benteng.

Sunda Kelapa perpanjangan Banten, Cirebon, Pajajaran. Kekuasaan saat itu: cucu Siliwangi

Kekuasaan Pajajaran dikuasai Prabu Siliwangi namanya Pamenahrasa, Hindu, menikah dengan perempuan Karawang, Nyai Subanglarang, anak Syekh Qura, Syekh Hasanuddin. Menikah dengan syarat masuk Islam.
Anak pertama 1423 Walangsungsang. Pengaruh animisme nama binatang.
1426 Larasantang
1427 Raja Sengara.

Semua Islam, haji Ke Makkah
Ganti nama:
Walangsungsang (Abdullah Iman)
Larasantang (Syarifah Mudain)

Bertemu Syarif Abdullah, dari Mesir, anak dari salah seorang ulama besar, wali songo, Ahmad Jumadil Kubro. Satu lagi anak beliu Maulana Ishaq. Dari Maulana Ishaq ini turun KH Ahmad Dahlan dan KH Muhammad Hasyim Asyari.

Syarif Abdullah menikah dengan Syarifah Mudain. Dibawa ke Mesir selama 20 tahun. Punya anak bernama Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah belajar di Mesir, pernah belajar kepada Ibnu Athaillah al Askandari. Kemudian pulang ke Nusantara, Abdullah Iman diberi wilayah Pamenahrasa, Lemahwungkup, sekarang Cirebon.
Syarif Hidayatullah diberi wilayah Gunungjati, dikenal Sunan Gunungjati, Punya anak 2. Anak perempuan dinikahkan dengan panglima besar Fathullah, Fatahillah, Portugis: Faletehan.

22 Ramadhan 933 H, 22 Juni 1527 Fatahillah menaklukkan Portugis. Nama Sundakelapa diganti menjadi Fathammubina, kemenangan yang sangat luas, dalam bahasa lokal Jayakarta, disingkat Jakarta.

1619 Belanda menguasai diganti menjadi Batavia. Yang merespon Muslim.

Di Tanah Abang, Jakarta dibentuk gerakan  Jamiatul Khair 13 Jumadal Ula 1223 H, 27 Juni 1905 oleh tokoh tokoh Arab. Meningkatkan kualitas pendidikan pribumi. Mengundang ulama dari Syeikh Ahm,ad Surkati, orang Sudan, diantaranya yang dididik adalah KH Ahmad Dahlan.

20 Mei 1908 dibentuk Budi Utomo oleh Belanda sebagai saingan terhadap Jamiatul Khair (artinya jamaah kebaikan, dalam bahasa lokal budi utomo). Tokohnya dr Sutomo, nama aslinya dr Subroto. Menghilangkan isu-isu nasionalisme untuk kemerdekaan.

1911 terbentuk Syarikat Islam dengan tokoh Samanhudi dan HOS Cokromanito
Salah satu murid HOS Cokroaminoto adalah Bung Karno.

Jenderal Sudirman, guru, disiapkan KH Ahmad Dahlan.

Pancasila dirumuskan 5 orang Islam. Ketuhanan Yang Maha Esa, Allah subhanahu wata 'ala.

Tempat proklamasi: rumah wakaf orang Islam keturunan Yaman.

Bendera merah putih dijahit oleh Fatimah, anak seorang ulama besar Bengkulu.
Tidak tepat diarak dengan hal-hal yang bernuansa kemusyrikan.

Umat Islam punya peran penting dalam membentuk bangsa Indonesia.

Buku: Api Sejarah, tulisan Ahmad Mansur Suryanegara

KH Muhammad Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan bertemu nasab di Maulana Ishaq.




Komentar