Agar Liqo' Tidak Dituduh Radikal

 AGAR LIQO' TIDAK DITUDUH RADIKAL 


By. Satria hadi lubis


Propaganda isyu radikalisme saat ini sudah melampui batas. Sampai-sampai ada orang yang mencirikan radikalisme dengan mereka yang memakai cadar, celana cingkrang, dan berjenggot. Bahkan tempat-tempat pengajian (liqo') juga dituduh sebagai sarang radikalisme. 


Untuk membantah persepsi sesat bahwa liqo' (pengajian) adalah tempat tumbuh suburnya radikalisme, maka peserta liqo' dan para aktivis dakwah perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :


1. Edukasi Liqo'

Dengan cara menjelaskan lewat berbagai tulisan dan pernyataan di media sosial/massa, ceramah, dan berbagai forum lainnya bahwa liqo' bukanlah tempat tumbuhnya radikalisme. Justru sebaliknya, liqo' adalah tempat tumbuh suburnya manusia-manusia yang rahmatan lil alamin. Cinta akan bangsanya, peduli terhadap orang lain, kasih dan toleran serta berkepribadian baik. 


2. Transparansi Liqo'

Kecurigaan bahwa liqo' adalah tempat radikalisme perlu dijawab dengan mengajak mereka yang curiga untuk ikut liqo' secara mendalam dan lama, sehingga tahu "jeroannya" liqo. Jangan sebentar saja ikut liqo' seperti gaya intel amatir yang cepat menyimpulkan liqo' radikal padahal baru ikut sebentar dan lebih banyak menyimpulkan dari "katanya...dan katanya...".  


Mereka yang berlama-lama di liqo' justru membuktikan bahwa liqo' itu bukan sarang radikalisme, tapi sarang berbagai kebaikan dan kemuliaan. 


Selama ini liqo' memang dilakukan tanpa publikasi untuk menghindari riya' dan ujub, sehingga bisa jadi muncul tuduhan eksklusif. Ada kaidah di antara peserta liqo' bahwa "Tak usah engkau tunjukkan dimana engkau mengaji, tapi buktikan seperti apa hasil pengajianmu (yakni menjadi manusia yang baik)."


Liqo' adalah forum yang inklusif (terbuka). Siapa saja boleh ikut liqo' dan mengetahui berbagai agenda dan materi liqo' dengan mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati oleh peserta liqo' itu sendiri.


3. Legalisasi Liqo'

Untuk menghindari kecurigaan, bisa juga liqo' diadakan dengan mengundang secara resmi pejabat/tokoh masyarakat untuk membuka kegiatan liqo'. Bahkan kalau perlu ajak mereka yang berwenang atau yang curiga untuk mengawasi jalannya liqo'. Kalau perlu hadir secara rutin dalam liqo'. Saksikan dengan mata kepala sendiri apakah liqo' mengajarkan paham intoleransi dan radikalisme atau tidak, sehingga tidak asal tuduh sembarangan. Padahal mereka belum pernah ikut liqo' secara mendalam dan lama.


4. Generalisasi Liqo'.

Jadikan liqo' sebagai kegiatan yang general (umum), dan kalau perlu mewarnai kegiatan-kegiatan lainnya, terutama kegiatan yang ada hubungannya dengan pemberdayaan manusia (empowerment). 


Di dunia bisnis dan birokrasi saat ini sudah ada program mentoring dan coaching untuk meningkatkan kompetensi SDM-nya. Semangat dan kesungguhan liqo' bisa ditularkan pada program tersebut, sehingga lebih banyak orang yang merasakan manfaat liqo'. Tentu dengan memodifikasi materinya agar sesuai dengan kebutuhan entitas bisnis atau birokrasi tersebut.


5. Revitalisasi Liqo'

Jika masih ada kecurigaan tentang istilah liqo atau cara duduk lesehan di liqo', maka liqo' bisa diganti istilahnya dengan nama apa saja yang tidak menimbulkan "trauma". Duduk lesehan melingkar juga bisa diganti dengan format rapat, kelas klasik atau dengan kongkow-kongkow seperti yang dilakukan sebagian remaja.

Yang penting, para peserta liqo' dan aktivis dakwah jangan sampai takut dan minder dengan propaganda busuk yang mengatakan liqo' adalah sarang radikalisme. Jangan sampai gara-gara propaganda ini peserta liqo' atau orang-orang yang ingin ikut liqo' jadi terpengaruh dan takut untuk menghadiri liqo'. Jika begitu, maka senanglah kaum  Islamopohibia yang memang bermaksud menjauhkan umat Islam dari agamanya.

Tetaplah percaya diri dan yakin bahwa liqo' (pengajian) adalah tempat yang paling ideal untuk mengubah manusia menjadi baik dan berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya. Seperti yang selama ini sudah dirasakan manfaatnya oleh para peserta liqo' di mana-mana.

Komentar