Konflik KPK dan KAPOLRI

Oleh: Sulaiman Mumtazuddin XI IPS 1
KPK Vs POLRI
Jakarta(LA), Perseteruan antara dua lembaga penegak hukum di Indonesia, yaitu antara KPK dan POLRI sempat mendapat berbagai tanggapan dari lapisan masyarakat, dimana disaat salah satu lembaga menuduh oknum dilembaga lain melakukan tindakan yang diduga pelanggaran pidana, maka lembaga dimana oknum tertuduh tersebut berkarir juga ikut kebakaran jenggot, diantara para pemimpinnya selalu mencari cara untuk membela oknum – oknum dilembaganya. Salah satunya ada;ah ketika KPK melakukan tindakan pemeriksaan kepada petinggi POLRI yang diduga terlibat masalah dalam pengadaan simulator, maka POLRI juga melakukan hal yang sama yaitu usaha menangkap salah satu penyidik KPK yang kebetulan dari unsur POLRI yaitu Novel Baswedan.
Melihat hal semacam ini serta merta para pemimpin KPK juga melakukan perlawanan agar Penyidiknya tidak ditahan, dimana kalau hal itu sampai terjadi, maka dapat diduga penyelidikan terhadap kasus pengadaan Simulator di Korlantas dapat terganggu.
Tapi kembali publik diuji kekuatannya, dalam hal ini banyaknya tekanan publik membuat seorang presiden SBY harus ikut turun tangan, yang pada akhirnya POLRI harus menghentikan dulu untuk melanjutkan kasus Novel Baswedan yang terjadi pada tahun 2004.
Beberapa masyarakat juga menuliskan pemikiran – pemikiran atas kejadian tersebut.
satu tekad KAPOLRI dan Ketua KPK
Rizka Amalia Shofa
Alumni Smart Generation Mentorship
Founder Bina Sosial Edukasi
Menulis berita perselisihan antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan KPK sudah sering terdengar dalam berbagai kasus. Kali ini yang terjadi adalah tentang Novel Baswedan yang ditangkap oleh Polri. Malam itu seluruh media di Indonesia memberitakan dengan gencar. Polri beralasan bahwa penangkapan Novel ini karena kasus delapan tahun yang lalu. Jadi, dari penjelasan Polri, jelas kasus ini jauh dari kasus korupsi. Tetapi jika kita cermati, kasus ini seakan-akan menjadi kasus pengalihan dari kasus korupsi yang semakin banyak terjadi hampir di setiap instansi / institusi di Indonesia.
Pertanyaan pertama kali yang muncul adalah mengapa kemudian Polri melakukan penangkapan berdasarkan kasus yang sebenarnya sudah lama terjadi?
Kemudian, mengapa penangkapan tersebut bertepatan dengan kasus perselisihan Polri dan KPK yang sedang memanas? serta di saat banyak kasus korupsi yang tak kunjung jelas nasib para tersangkanya? Rakyat seakan dibuat terpaku dengan kasus ini, agar terus menerus membahasnya hingga terkesan lupa dengan kasus-kasus lain yang lebih besar?
Polri dan KPK memang dua badan yang sangat berperan di Indonesia. Rakyat begitu berharap agar keduanya bisa bekerjasama dalam menyelesaikan segala problematika yang terjadi di Indonesia. Ketika kasus Novel booming, harapan yang tetap adalah semoga kasus ini tidak kemudian menghambat KPK untuk tetap fokus pada kasus-kasus besar yang masih belum selesai hingga saat ini. Seperti kasus-kasus pengalihan yang sebelumnya terjadi, lambat laun kasus ini pun mulai reda pemberitaannya. Bisa jadi Novel Baswedan hanyalah korban dari kasus peralihan ini.
Segala prasangka begitu saja muncul di benak rakyat. Polri disalahkan, dan presiden pun mengatakan bahwa tindakan yang diambil Polri bukan tindakan yang tepat. Banyak pihak yang terjebak dengan opini mengenai kasus ini. Segala tanggapan datang berbeda-beda dari berbagai pihak. Jika diperhatikan, berita yang tersaji tentang kasus ini pun tidak mengalami perkembangan signifikan dan terkesan selalu mengungkit masa lalu. Artinya, memang belum ada langkah konkret dalam kasus ini yang membuat rakyat terus bertanya-tanya sampai manakah nantinya kasus ini mencuat?
Rasanya, perseteruan kedua institusi yang seharusnya bersinergi dalam memberantas korupsi ini tidak akan menemui titik tengah sebelum Polri dan KPK benar-benar mau maju bersama memberantas korupsi tanpa termakan kasus-kasus pengalihan lainnya. Sejujurnya, kasus ini justru melegakan para tersangka koruptor karena media tidak seketat biasanya menjadi pengawas bagi kasus mereka. Lagi-lagi, kasus ini seolah-olah menjadi kasus pengalihan dari kasus-kasus yang terjadi dan belum selesai.
Banyak pihak yang memberikan dukungan penuh hingga melakukan aksi-aksi sebagai bentuk dukungannya. Banyak pula media yang meliput aksi-aksi tersebut. Lagi-lagi, para koruptor justru diuntungkan karena kasus Novel Baswedan berhasil memalingkan fokus masyarakat yang sebelumnya sangat ketat mengikuti berita tentang kasus korupsi. Walaupun pengalihan tersebut bersifat sementara, namun waktu yang relative pendek tersebut tetap mempunyai peluang apa saja dalam kasus besar yang kurang di sorot saat ini.
Kasus pengalihan dapat memberi peluang bagi para tersangka kasus besar yang masih dalam proses hukum. Rakyat dan media yang biasanya menjadi pengawas luas bagi para tersangka sedang disibukkan dengan kasus Novel Baswedan dan aksi-aksi dukungan untuk KPK. Bukan solusi yang didapat, namun fokus yang pecah secara perlahan membuat rakyat lupa akan banyak hal yang belum terselesaikan.
Sebagai generasi muda, dalam segala kasus hukum yang terjadi di Indonesia memang kita hanya bisa menjadi pengamat dan menunjukkan dukungan kepada pihak yang menurut kita benar dengan cara melakukan berbagai aksi. Selebihnya, kita tidak bisa masuk secara langsung dalam penanganan kasus-kasus yang terjadi. Oleh karena itu, rakyat dan media harus tetap fokus melakukan pengawasan terhadap kasus-kasus yang belum selesai tanpa harus dikaburkan oleh kasus baru yang belum jelas titik terangnya.
Save for KPK
Inggar Saputra
Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI)
Menlis dengan judul "Dan Koruptor Pun Tertawa" PERSETERUAN antarlembaga penegak hukum di Indonesia dalam sepekan terakhir sangat menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, di tengah derasnya harapan masyarakat agar pemberantasan korupsi dapat berjalan baik, justru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sibuk "adu jotos". Mereka bertengkar akibat adanya konflik kepentingan dalam menyelidiki kasus dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM). Sebuah kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan jenderal tinggi di Polri dan merugikan negara Rp100 miliar.
Adanya konflik KPK dan Polri jelas sebuah catatan kelam dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang masih terus berjalan. Perseteruan keduanya juga membuka kembali luka lama drama cicak versus buaya. Ketika itu, konflik KPK-Polri melibatkan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen (Pol) Susno Duadji. Ironisnya kasus Susno belum mampu membuat KPK dan Polri mengambil hikmahnya. Sebab faktanya, perseteruan keduanya sekarang kembali terjadi.
Pertarungan KPK-Polri berawal dari keinginan KPK menyelidiki kasus dugaan suap simulator SIM. Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu lintas Kepolisian, Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka. Merasa tidak terima, aparat kepolisian menyerbu gedung KPK dengan dalih menangkap penyidik KPK Novel Baswedan. Novel dianggap bersalah dalam sebuah kasus pembunuhan di Bengkulu, 2004 silam. Kondisi ini membuat masyarakat marah karena Kepolisian RI dianggap melakukan kriminalisasi dan intervensi kepada KPK. Apalagi mengingat Novel merupakan salah satu penyidik dalam kasus dugaan suap simulator SIM.
Dukungan untuk KPK
Kesadaran Baru
Kita menyadari, sebagai lembaga penegak hukum yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia, KPK tidak pernah lepas dari intervensi. Sudah berkali-kali masyarakat dipertontonkan banyak serangan terhadap KPK. Teror itu dijalankan kelompok yang merasa terganggu dan takut kasus korupsinya akan terbongkar. Mereka itu adalah koruptor yang merampok uang rakyat demi kepentingan pribadi sehingga merugikan negara miliaran rupiah.
Tapi kita juga selayaknya mendapatkan "kesadaran baru" yakni sebuah kesadaran tugas pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama. Untuk itu, KPK tidak dapat dibiarkan bergerak sendirian dan dibenturkan dengan aparat kepolisian. Sudah waktunya ada konsolidasi dan komunikasi internal antarlembaga penegak hukum. Untuk itu, perlu ditumbuhkan kesadaran KPK bukan musuh Polri maupun Kejaksaan. KPK mitra strategis penegak hukum dan mengusut kasus korupsi yang terus menjamur di bumi Indonesia.
Tuntutan serupa juga dilayangkan kepada Polri sebagai pelayan utama masyarakat. Terhadap kasus yang membelit petingginya, Djoko Susilo, maka Polisi harus bersikap lapang dada. Bukan sibuk mengkriminalisasi penyidik KPK dengan alasan yang tidak masuk akal. Adanya upaya "menangkap" penyidik KPK, Novel Baswedan dengan dalih kasus pembunuhan tahun 2004 jelas tidak dapat diterima akal sehat. Masyarakat mudah saja menduga adanya konflik kepentingan, mengingat Novel merupakan penyidik KPK dalam menangani kasus dugaan simulator SIM.
Berdamai, Lalu Bekerjalah
Untuk menghadapi konflik KPK dan Polri, perdamaian antar keduanya merupakan harga mati. Mereka harus menyadari, tidak ada kelompok yang diuntungkan atas perseteruan ini selain koruptor. Para koruptor yang seharusnya mendapatkan penyidikan untuk kemudian diberikan hukuman yang setimpal sekarang dapat tertawa. Ini karena mereka dapat terlepas dari jeratan hukum akibat tercerai-berainya lembaga penegak hukum dalam mengusut kasus korupsi besar.
Solusi perdamaian jelas harus dijalankan sejak sekarang. Ketika perdamaian sudah dijalankan, kedua lembaga ini dituntut bekerjasama mengusut tuntas kasus korupsi besar. Beberapa kasus besar seperti korupsi Bank Century sebesar Rp6,7 miliar, kasus BLBI yang merugikan negara Rp5 miliar dan kasus rekening gendut Polri senilai Rp8,6 miliar sudah menunggu untuk dituntaskan. Perdamaian juga menjadi bukti kuat komitmen kedua lembaga penegak hukum dalam membenahi persoalan hukum Indonesia yang sudah dirusak koruptor kelas kakap.
Rusmini
Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Medan
Menulis dengan judul "Save KPK, Save Indonesia!"PERSETERUAN antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengindikasikan pertarungan menegakkan hukum di Indonesia. Penangkapan salah satu personel penyidik KPK yang ikut memeriksa mantan Kepala Korps Lalu Lintas Djoko Susilo yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tertanggal 27 Juli 2012 semakin memanaskan polemik di antara kedua pihak, saling serang tidak bisa dielakkan.
Inspektur Jenderal Djoko Susilo terjerat kasus dugaan korupsi proyek simulator pembuatan surat izin mengemudi (SIM). Para peneliti sepakat bahwa ada konspirasi politik yang dirancang untuk melemahkan peran KPK dalam menjalankan tugas memberantas korupsi.
Penangkapan Novel Baswedan oleh kepolisian Bengkulu juga menjadi bukti perlawanan terselubung pihak kepolisian dalam melemahkan kedudukan KPK. Penganiayaan yang dilakukan salah satu penyidik KPK pada 2004 tersebut dijadikan dalih kebenaran. Walhasil, kondisi ini membakar semangat para pendukung antikorupsi untuk beraksi dan menyatakan sikap Selamatkan KPK!
Tidak hanya soal Baswedan, masih banyak kasus pelemahan KPK yang lain. Penarikan 20 personil penyidik KPK yang notabene telah teruji kualitas kinerjanya dalam menguak kasus korupsi menjadi indikator lain. Habisnya masa tugas ke-20 penyidik tersebut menjadi alasan kuat bagi kepolisian dalam menarik anggotanya.
Selain itu, DPR juga turut berpartisipasi aktif memangkas kewenangan KPK melalui undang-undang yang sekarang dalam proses revisi. Dalam rancangan DPR, sejumlah kewenangan KPK dipangkas, misalnya mengilangkan penuntutan dan penyadapan yang harus seizin pengadilan.
Penuturan Abdullah Hehamahua selaku penasehat KPK menjelaskan bahwa pemangkasan kewenangan KPK telah menyalahi amanat reformasi. Dua hal kewenangan strategis bagi KPK adalah penyatuan proses penyidikan dan penuntutan dalam mempercepat penuntasan kasus. Namun DPR justru ingin menghapuskan kewenangan tersebut. DPR selaku wakil rakyat telah terprovokasi oleh pihak-pihak yang melakukan lobi politik untuk kepentingan golongan koruptor. Karena, secara rasional tidak ada alasan bagi DPR menghapus kewenangan strategis KPK kecuali ada ambisi politik di belakangnya.
Manuver politik antara kedua lembaga penegak hukum antara KPK dan Polri ternyata menyandera para koruptor untuk bertindak aktif mengambil keuntungan di balik layar. Dengan tegas Abdullah menyatakan bahwa kasus korupsi yang berhasil terungkap KPK sebagian besar berkat penyadapan. Dia melihat ada ketakutan kelompok tertentu terhadap kewenangan tersebut. Sehingga, proses penyadapan juga ingin disingkirkan oleh wakil rakyat.
Hasil revisi Undang-Undang KPK nantinya merupakan bukti konkret pengkhianatan DPR kepada rakyat jika memangkas kewenangan dan mempersulit ruang gerak KPK. Karena ditinjau dari sisi mana pun, tidak ada alasan bagi wakil rakyat membuat kebijakan yang merugikan rakyat dan melemahkan hukum. Sejatinya DPR berfungsi menjaga hak-hak rakyat melalui kebijakan yang pro kepentingan rakyat. Presiden Susilo Bambang Yudoyono juga menegaskan perubahan UU KPK hanya dapat dilakukan dengan syarat untuk menguatkan eksistensi dan kewenangan KPK, bukan malah melemahkan.
Sebaliknya, jika hasil undang-undang memihak kepada fungsi strategis KPK dalam bertindak mengusut korupsi, maka tindakan DPR merupakan support besar dalam penegakan keadilan di Indonesia. Melindungi KPK berarti melindungi bangsa Indonesia dari berbagai intervensi baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Transformasi Presiden Peru
Hal yang sama menimpa Kepala Kepolisian di Peru. Sebagaimana Djoko Susilo, Jenderal Raul Bacerra juga merupakan kepala kepolisian Peru yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pada Juli 2011 lalu. Namun, sikap presiden Peru berbeda menanggapi kasus korupsi dibandingkap presiden Indonesia.
Presiden Peru Ollanta Humala langsung memecat 30 dari 45 jenderal di lembaga kepolisian yang telah dinyatakan tersangka. Kewenangan presiden yang berhak memecat pejabat yang korupsi dimanfaatkan oleh Ollanta. Bahkan sebelum dinyatakan terdakwa, jenderal Raul Bacerra termasuk dari 30 orang jenderal yang dipecat.
Selain Djoko, ada tiga tersangka lain yang terlibat kasus korupsi proyek simulator SIM. Yaitu pejabat pembuat komitmen Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Budi Susanto. Artinya, sikap SBY mengklarifikasi kasus yang melibatkan keempat petinggi tersebut isapan jempol belaka tanpa dukungan penuh terhadap pemberantasan korupsi.
Merupakan kewenangan presiden untuk memecat bawahannya yang tidak becus menjalankan tugas sebagai pelayan negara. Keputusan presiden Peru patut diikuti oleh SBY dalam menegakkan amanat reformasi di abad ke-21 ini. Ketegasan pemimpin dalam kebenaran adalah syarat mutlak pemerataan keadilan bagi rakyat.
Dana sebesar Rp196 miliar milik negara dalam kasus korupsi proyek simulator SIM di Indonesia dapat dialihkan untuk kepentingan rakyat. Masih terlalu banyak keterbelakangan masyarakat yang tidak tersentuh oleh pemerintah. "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya". Lirik lagu kebangsaan Indonesia tidak termanivestasikan dalam bentuk amal nyata oleh para pemimpin sebagai kecintaan pada rakyat Indonesia.

Mengutip ungkapan Mantan Ketua pertama KAMMI pusat, Taufik Amrullah, hakikat transformasi pemimpin masa kini yang dibutuhkan Indonesia adalah lompatan sikap pemimpin yang berani bertindak tegas. Mengawali perubahan besar dari pranata terkecil yaitu individu presiden sebagi driver bangsa Indonesia. Rif/ redaksi

Penyebab: 
    1. ketika KPK melakukan tindakan pemeriksaan kepada petinggi POLRI yang diduga terlibat masalah dalam pengadaan simulator
    2. POLRI melakukan usaha menangkap salah satu penyidik KPK yang kebetulan dari unsur POLRI yaitu Novel Baswedan.

Cara mengatasi
    1. KPK dan juga polri seharusnya kalau ada anggotanya yg sedang diselidiki seharusnya jangan mudah curiga dengan  penyelidikan tersebut bisa saja salah satu anggota atau ketua tersebut memang salah
    2. kedua pihak harus bersama sama membantu konflik ini selesai
    3. Seharusnya presiden berani memberi hukuman kepada kedua belah pihak  


Komentar