Cerita Motivasi: Ciri-ciri Manusia yang Disukai Allah



“Petang itu, selepas menunaikan salat Ashar, Rasulullah SAW duduk-duduk di dalam masjid bersama sejumlah sahabat. Tiba-tiba terdengar hentakan kaki-kaki unta menjejak tanah di luar masjid. Seperti tergesa-gesa unta itu dihentikan mendadak. Lalu penunggangnya melompat sigap dan langsung memburu ke dalam masjid.
Rasulullah terperanjat. Begitu pula para sahabatnya. Sebab laki-laki itu sudah membuka mulut sebelum berbasa-basi. Bahkan ia tak memperkenalkan diri lebih dulu ketika berkata, ‘Aku sudah melakukan perjalanan selama sembilan hari, siang dan malam. Aku menahan dahaga di waktu siang, aku menahan kantuk di waktu malam. Dan untaku di luar itu telah kulecut agar berlari lebih cepat, ujar lelaki tersebut dengan nafas tersengal-sengal.
Rasulullah menerimanya dengan ramah. Dipersilahkan lelaki itu agar duduk bersamanya. Namun dengan masih tetap berdiri ia melanjutkan bicaranya: ‘Semua itu kulakukan karena aku ingin menanyakan dua perkara kepadamu’. ‘Silakan’, jawab Nabi.
‘Pertama, katakan kepadaku bagaimana ciri-ciri manusia yang disukai Allah. Kedua, bagai¬mana pula ciri-ciri manusia yang dibenci Allah’.
Para sahabat saling berpandangan. Selama ini pada mereka tak terpikirkan untuk mena¬nyakan masalah itu. Rasulullah mengangguk-angguk. Ia mengagumi keterbukaan lelaki itu. Maka ia ingin tahu, siapakah dia sebenarnya.
‘Boleh saya mengetahui nama anda?’ Tanya Rasulullah.
‘Hem’, lelaki itu mendengus. Kasar perangai¬nya, tetapi lembut roman mukanya. ‘Orang sekampung memanggilku Zaidulkhail, Zaid si Kuda Jalang’.
Rasulullah menduga namanya cuma Zaid. Lantaran tindak tanduknya bagaikan kuda liar, maka oleh masyarakat diberi gelar khail, kuda. ‘Namamu yang layak adalah Zaidulkhair, yang bertambah kebaikannya. Bukan Zaidulkhail’.
‘Apa pun julukan itu, tidakkah terlalu penting’, sanggah orang aneh itu tanpa perubahan roman muka. Tetap kekar dan keras. ‘Yang terpokok, jawab dulu pertanyaanku. Apakah ciri-ciri orang yang disukai Allah dan apa saja ciri-ciri orang yang dimurkai Allah’.
Nabi tidak menjawab serentak. Ia balik bertanya, ‘Dapatkah kau ungkapkan bagaimana perasaanmu ketika bangun tidur?’
Tanpa berpikir lagi orang itu, yang telah menempuh perjalanan sembilan kali seratus kilometer, segera menjawab: ‘Setiap bangun tidur di pagi hari, yang mula-mula kurasakan adalah keinginan untuk melakukan kebajikan, dan rindu hendak berkumpul dengan orang-orang yang senang berbuat baik. Lalu aku menginginkan, seandainya aku bisa mengerjakan kebajikan, hendaknya yang kuharapkan hanya pahala dari Allah semata, dan bukan balasan manusia. Sebaliknya, jika aku tidak dapat menanamkan kebajikan, remuklah dadaku, redamlah hatiku. Aku amat berdukacita bila tidak bisa menjumpai orang-orang yang saleh’.
Nabi tersenyum dan berkata, ‘Kalau benar keadaanmu demikian, itulah ciri-ciri manusia yang disukai Allah. Adapun yang dibenci-Nya adalah mereka yang ketika bangun tidur sudah berencana hendak berbuat maksiat serta ingin bersuka ria bersama para ahli maksiat ‘ ”.
(Sumber: http://islamjawa.wordpress.com/2014/05/04/tasawuf-berusaha-agar-dicintai-allah)