Teori Interaksionisme Simbolik

Teori interaksi simbolik merupakan teori yang memiliki asumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Teori interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi yang dimiliki individu berdasarkan interaksi dengan individu lain.

Menurut Herbert Blumer, terdapat tiga asumsi dari teori ini:
1. Manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka.
2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia.
3. Makna dimodifikasi melalui interpretasi.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_interaksi_simbolik)


Teori interaksionisme simbolik pada dasarnya memfokuskan diri pada analisis perilaku individu dengan individu yang lain dalam kelompok kecil. Teori ini tidak ditujukan untuk menganalisis masyarakat dalam skala yang besar, seperti masyarakat adat atau masyarakat umum. Ia lebih mencermati perilaku komunitas kecil yang memiliki keunikan tertentu dalam interaksi sosial di antara mereka.


Dalam pandangan teori interaksionisme simbolik, manusia adalah makhluk pembuat atau produsen simbol. Segala sesuatu (objek) yang ada di dalam kehidupan manusia mempunyai makna simbolik. Makna-makna ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dihadirkan dan kemudian disepakati dan dijadikan simbol. Simbol di sini dipahami sebagai tanda yang mengandung kesepakatan makna. Oleh sebab itu, perilaku manusia, baik sebagai individu maupun kelompok bertitik tolak dari makna-makna simbolik dari objek itu tadi.

Sebagai contoh, kita menyaksikan ada tanda lalu lintas yang di bagian ujung tiangnya terdapat lempengan berbentuk lingkaran dengan tanda huruf P yang dicoret. Tanda itu adalah simbol, yang disepakati bermakna larangan untuk parkir di seputar tempat itu. Kesepakatan ini diyakini sudah bersifat universal karena di berbagai negara, tanda lalu lintas yang bermakna larangan parkir diberi simbol sama seperti itu. Pembentuk hukum, khususnya peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, mengadopsi makna simbolik ini dan menganggapnya sebagai hasil kesepakatan juga. Simbol ini lalu disosialisasikan, diperkenalkan sejak kecil kepada anak-anak yang pernah belajar tentang etiket berlalu lintas sampai pada saat mereka dewasa nanti ketika akan mendapatkan surat izin mengemudi. Artinya, makna simbolik dari tanda larangan parkir itu telah dihadirkan dalam interaksi sosial.

(https://business-law.binus.ac.id/2019/10/23/teori-interaksionisme-simbolik-analisis-sosial-mikro/)



Komentar